Penulis |
Narasi Indonesia.com, MATARAM-Belakangan sering sekali kita temui tentang perilaku pemuda yang menyimpang seperti, perkelahian, narkoba, minuman keras, pelecehan seksual, dan pembunuhan, penyimpangan tersebut diperparah oleh kegaduhan kebhinekaan bangsa Indonesia. Permasalahan tersebut seakan tidak pernah ada dan pihak pemerintah seolah-olah tutup mata dan telinga, atas kejadian pada pemuda malah sebaliknya institusi pemerintah melegitimasi tindakan kriminalitas yang merusak citra pemuda sebagai iron stok (Pemimpin Masa Depan).
Fakta ini menjadi anomali di tengah problem-problem besar negara Indonesia seperti isu islam radikal, kejadian Ferdi Sambo, korupsi di tubuh KPK, pembantai 6 laskar belum selesai, dan tindakan-tindakan repsifitas belum juga diselesaikan, UU pelarangan kritik pemerintah dan kejadian di Kabupaten Bima menunjukkan kontra peradaban pada tubuh institusi Pemerintah. Kenyataan seperti ini yang menutupi segala masalah urgensi, bangsa indonesia dililit oleh otak-otak manipulatif, merekayasa problem seakan faktualitas pada hal hanya sekedar bohongan dan publik tergantung pada kebiadaban institut pemerintah. Seakan Hukum negara tidak memiliki nilai keadilan dan kebermanfaatan, teringat dalam bukunya "Homo Sacer" Gergio Agamben zaman yunani ada sesosok manusia yang pertama kali percaya pada hubungan positif namun dibalik itu semua hanya rekayasaan dan homo sacer di terminologi sebagai manusia yang dilucuti kehidupannya ia bisa dibunuh tanpa dapat hukuman, ketakutan pun menyapa pada saya pada kondisi bangsa indonesia sekarang, maka pemuda harus dipandang perlu sebagai instrumen untuk mengakhiri masalah tersebut.
Padahal pemuda adalah cerminan perubahan, bukan hanya sekedar retorika belakang tetapi sejarah telah membuktikan, misalkan dalam sejarah islam pengikut Nabi Musa AS kebanyak terdiri dari kaum muda ( Q.S Yunus 8:3 ) pun demikian Nabi Muhammad SAW seperti Ali bin thalib, Umar bin khatab, Abu bakar yang umurnya masih sangat beliang, selain itu Ibrahim, Ismail dan Asbabul Khafi, (Zuhad Aji Firmantoro ) sebaliknya sekarang banyak pemuda yang mengumandangkan kebenaran pada institut pemerintah artinya ketika pemuda purnah_sirnah maka berakhirlah pengharapan dan titipan rakyat disemesta alam walkhusus bangsa Indonesia, karena pemuda adalah suatu fase yang berada dalam siklus kehidupan manusia, dimana fase tersebut bisa kearah perkembangan atau perubahan (Tria Astianingsi UMMAT).
Banyak karakter yang superioritas dimunculkan oleh kalangan orang yang ideal salah satu gambar karakter ideal dalam nilai islam yaitu karakter insan ulil albab (Q.S Al-baqarah 190) yang terkualifikasi dalan khitta perjuangan: 1). Hanya takut kepada Allah, karakter ini melahirkan pemuda yang berani dan berpihak pada kebenaran. 2). Tekun Beribadah, karakter ini melahirkan pemuda yang sadar dan mampu memaknai perbuatan diperintahkan Allah swt. 3). Memiliki ilmu, karakter pemuda seperti ini ia akan lebih mengedepan nilai antisipatif atas perkembangan zaman, menilik secara objektif untuk mengambil hikmah. 4). Kritis dan komitmen, karakter ini melahirkan pemuda terbuka, dan kritis serta gercep akan inovatif apalagi sekarang era digital yang mempermudah untuk memformulasi kepedulian kita pada ummat nabi Muhammad SAW. 5). Berkemajuan dalam berdakwah, karakter ini akan melahirkan pemuda yang memiliki jiwa keberanian, bernampilan estetik dan humoris sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan lima kualifikasi tersebut, diharapkan pemuda tekun beribadah (Mu'abid), Berdaya juang tinggi (Mujahid), Berusaha tinggi dan berfikir cerdas (Mujtahid) dan pembawah perubahan (Mujadid). Pemuda seperti ini yang dirindukan untuk menjawab tantangan zaman, dipandang perlu juga pemuda yang tidak cepat terbelenggu atas tawaran dari institu pemerintah ia harus memiliki sikap mental revolusi dengan kepribadian independensi sebagai bentuk pembuktian atas kepedulian pada ummat manusia. Karena jalan ama ma'aruf sesuatu hal yang terus dibangun untuk menyelesaikan nahi mungkar (Tafsir Usaha: Khitta Perjuangan).*
Penulis
Anjas
Editor
Quyn/NI