Focus Group Discussion (FGD) menjadi langkah dalam rentetan agenda DPD KNPI Jatim (dok. istimewa) |
Narasi Indonesia.com, SURABAYA-Focus Group Discussion (FGD) menjadi langkah dalam rentetan agenda DPD KNPI Jatim dalam mengawal kasus dana hibah Jawa Timur. FGD dilaksanakan di Swnewentime coffe, Surabaya hari ini, Senin, 30 Januari 2023.
Sebelumnya DPD KNPI Jatim Sudah melaksanakna Aksi demonstrasi, tanda tangan petisi dan jumpa pers. FGD ini mengangkat tema "OTT Korupsi/Suap Dana Hibah Jatim: Apa Cukup di Sahat ?".
Acara yang dimulai pukul 13.00 wib ini dihadiri langsung oleh Prof Nurul Barizah selaku pakar hukum, Abdul Malik selaku Ketua KAI Jatim dan Urip Prayitno selaku ketua DPD KNPI Jawa Timur. Sedangkan kepala BPK RI Karwil Jatim, Kepala Kejati Jatim dan Kapolda Jatim tidak dapat menghadiri acara dengan alasan yang beragam.
Ketua DPD KNPI Jatim menyebutkan bahwa pihaknya akan mendatangi pihak terkait “Kami akan datangi BPK, Kejati dan Polda karena tidak hadir dalam FGD Kali ini, berupa agenda audiensi; tentunya dengan tema yang sama,” ujar Urip.
Orang Nomor di KNPI Jatim tersebut menyebut bahwa BPK dan Kejati sudah kecolongan perihal kasus dana hibah jatim ini. Turunnya KPK dalam kasus dana Hibah tentu perlu dipertanyakan akan kinerja BPK dan Kejati Jawa Timur.
“Dengan turunnya KPK dalam penanganan kasus hibah di Jawa Timur tentu mencoreng nama baik BPK RI Karwil Jatim dan Kejati Jawa Timur. Apalagi perkembangan data di lapangan menyebutkan bahwa kasus Sahat sudah berjalan selama 5 tahun. Lalu kinerja BPK dan Kejati apa ?” Tuturnya dalam FGD tersebut.
Dirinya menjelaskan bahwa Indikasi jelas dalam kasus dana hibah untuk mengarah pada tindak korupsi, “Mulai dari pola dan sistem seperti halnya proses split anggaran dalam dana hibah di bawah 200 Juta, adanya jata-jatah pimpinan dan anggota serta titik pelaksanaan yang menumpuk; bahkan di luar dapil aspirator menjadi hal yang jelas membuka ruang untuk korupsi. Hal ini tentu menmembuka ruang bahwa kasus dana hibah Jawa Timur tidak hanya cukup di Sahat,” tambanya lengkap.
Hal ini senada denga apa yang disampaikan oleh Malik selaku ketua KAI Jawa timur.
“Kalau hanya Sahat, tentu itu tidak logis dan tidak benar karena dana hibah menyeluruh pada pimpinan dan anggota DPRD termasuk juga Gubernur. Apalagi mengingat fakta di lapangan akan banyaknya penyaluran dana hibah di luar dapil aspirator,” ungkapnya jelas.
Dirinya memaparkan bahwa kasus tersebut sudah menyimpang dari esensi dan tujuan dari dana hibah itu sendiri.
“Dana hibah diadakan dengan asas kebermanfaatan dengan memperhatikan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kalau itu dilaksanakan di luar dapilnya, tentu itu sudah salah besar,” ungkapnya lugas.
Adapun Nurul Barizah selaku pakar hukum menyebutkan bahwa dalam penyaluran dana hibah banyak mengandung hal yang ganjal dan rawan penyimpangan.
“Dana hibah sudah diatur sebagaimana perundang-udnangan yang berlaku, namun rawan terjadi penyimpangan di dalamnya. bahkan lucu apabila melihat aspirator dana hibah itu sendiri “masak lembaga legislative yang bertugas mengawasi, ikut mendapat jatah pelaksanaan,” ujarnya tegas.
Profesor bidang hukum tersebut menjelaskan bahwa korupsi di Indonesia sangat tinggi dengan penegakan hukum yang tidak mengarah pada perkembangan yang signifikan “kalau bicara Indeks penegakan hukum Indonesia berada di ranking 96. Sangat rendah sekali, parahnya lagi tidak ada perbaikan dan pengembangan dalam bidang ini,” tambahnya jelas.
Guru Besar Bidang Hukum Internasional FH UNAIR tersebut menyebutkan bahwa praktek semacam ini kerap terjadi dalam demokrasi Indonesia, dan parahnya para penegak hukum menjadi oposisi di dalamnya “kondisi semacam ini perlu adanya kontrol sosial termasuk dari pemuda; mulai dari kajian kritis tentang membenahi aturan, menuntut transparansi hingga penawaran sistem yang tidak dapat diterobos/tidak dapat dikorupsi,” pungkasnya jelas menanggapi pernyataan peserta FGD.*
S/NI