Muhammad Arif Ketua Umum HMI Cabang Mataram Periode 2019-2020 (dok. istimewa) |
Narasi Indonesia.com, MALANG-Indonesia merupakan Negara yang memiliki sumber daya alam melimpah, tanah yang sangat luas, subur, dan juga memiliki budaya pertanian yang dari dulu memang sudah terbukti di segani oleh negara negera luar, salah satunya negara Thailand dan Malaysia yang kemudia belajar cara bertani di Indonesia. Tetapi faktanya negara negara tersebut mampu berkembang dan maju di wilayah pertanian.
Produktivitas sektor pertanian Thailand yang jauh lebih tinggi mampu mengalahkan pertanian Indonesia. Petani Thailand dapat memanen padinya 1-5 kali dalam setahun dibandingkan dengan petani padi di Indonesia yang saat ini hanya dapat memanen padi umumnya 1-2 kali dalam setahun.
Bukan hanya itu, Negara yang dulunya belajar bertani di Indonesia sekarang malah mengekspor hasil pertanianya. Eksportir bahan pertanian dari Negara-Negara yang maju di wilayah pertanian membanjiri pasar kita Indonesia, artinya bahwa negara pengekspor tersebut kelebihan produk pertanian, sedangkan sebaliknya negara pengimpor merupakan langkah untuk memenuhi kekurangan produksi pertanian salah satunya Indonesia.
Indonesia memang masih sangat kurang dalam mekanisme pertanian, sehingga menyebabkan hal ini terjadi, sebagai negara agraris Indonesia seharusnya banyak mengespor dari pada mengimpor, namun kenyataan yang terjadi impor beras, jagung, kedelai, daging, tidak dapat di hindarkan. Padahal dari semua jenis bahan pangan tersebut bisa di tanam di Negara kita Indonesia.
Pertanian Indonesia memang masih memiliki berbagai masalah besar dari hulu hingga hilir yang menghambat kemajuannya. Tak tanggung-tanggung, masalah tersebut muncul setiap tahun dan masih menjadi misteri dalam penyelesaiannya. Lantas, apa saja yang menjadi masalah sektor pertanian negara kita indonesia.
Aspek Kebijakan Pemerintah
Selama ini, Pemerintah berupaya membuat berbagai kebijakan Pertanian, namun program dan kebijakan yang telah tetapkan, sepenuhnya belum berjalan secara terpadu, efisien dan efektif. Hal ini dapat terlihat dari tidak pernah tercapainya target di sektor pertanian yang bisa memperbesar pendapatan petani dan keluar dari tingkat kemiskinan.
Data BPS Agustus 2020, dari 128, 45 JT jumlah penduduk Indonesia sebanyak 38,23 JT yang bekerja di sektor pertanian, sementara pada februari 2021 BPS menyatat lapangan pekerjaan dengan rata rata upah tertinggi posisi pertama di isi oleh sektor pertambangan dengan upah rata rata Rp4,2 JUTA/BLN, sementara sektor pertanian berada pada posisi terakhir dengan upah rata-rata hanya Rp1,93 Juta/BLN.
Jika mengacu pada data tersebut, artinya kebijakan yang benar benar berpihak kepada petani tidak terlalu masif di jalankan, padalah Indonesia bisa saja menjadi negara maju dengan memperbaiki sektor pertaniannya, terutama penguatan budidaya yang berbasis teknologi sehingga menghasilnya produk pertanian yang menjanjikan, terakhir sistim pemasaran yang mengungtungkan petani.
Krisis Petani Muda
Generasi muda adalah generasi penerus sekaligus kunci keberhasilan sektor pertanian. Jika tidak segera ditangani, ketahanan pangan nasional akan sulit dicapai bangsa ini.
Data badan pusat statistik 2018 menunjukan bahwa jumlah petani dengan umur > 25 tahun 273,839, umur 25-34 TH dengan jumlah 2.947,254, umur 35-44 dengan jumlah 6.689,635, 45-54 TH 7. 813,407, umur 35-44 TH dengan jumlah 6.689,635, 45-54 TH 7. 813,407, umur 55-64 TH 6.134,987, terakhir petani dengan umur >65 TH dengan jumlah 3.822,995.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa usia produktif yang menjadi petani di Indonesia berkurang, mereka lebih tertarik bekerja pada non pertanian di karenakan kurangnya dukungan pemerintah pada sektor pertanian tersebut. Jika sektor pertanian menjadi kurang menarik bagi usia produktif, maka 10 tahun lagi, sektor pertanian Indonesia makin terpuruk.
Rantai Pemasaran yang Merugikan Petani
Kesenjangan pembagian keuntungan yang didapat antara petani dan distributor tidak seimbang, artinya petani yang paling banyak dirugikan. Hasil yang didapat tidak sebanding dengan resiko yang dialami petani. Kondisi demikian yang menyebabkan pekerjaan sebagai petani tampaknya tidak menjanjikan. Keuntungannya tak seberapa, belum lagi dihitung dengan kerugian mahalnya biaya produksi, cuaca tidak mendukung, ataupun serangan hama.
Untuk itu, diperlukan sarana yang mampu memotong rantai perdangangan yang cukup panjang untuk komoditas pertanian. Harapannya, petani mampu menyediakan produknya secara langsung ke konsumen sehingga keuntungan yang diperoleh petani pun meningkat. Kebijakan dan program pangan dari masing-masing instansi harus dipersatukan menjadi kebijakan dan program nasional yang sistematis, konsisten dan terpadu. Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah adalah melalui kebijakan dan program.
Perlunya Intervensi Pasar
Pemerintah perlu menetapkan dan menegaskan harga minimum untuk hasil produksi pertanian dalam Negeri sehingga menjamin kestabilan harga jual komoditas pertanian. Pertama menjamin ketersediaan pasar untuk menampung produksi pertanian dalam negeri yaitu antar daerah di seluruh Indonesia, kedua mempromosikan komoditas Indonesia ke Negara-negara asing, terakhir memberi bea masuk tinggi untuk impor barang yang sama dari luar Negeri sehingga melindungi komoditas yg diproduksi dalam Negeri.*
Penulis
Muhammad Arif (Ketua Umum HMI Cabang Mataram Periode 2019-2020/Mahasiswa Pascasarjana Agribisnis Universitas Muhammadiyah Malang)
Editor
KK/NI