Penulis: Fahrul Ramdhan Aktivis Serikat Mahasiswa Indonesia (dok. pribadi) |
Narasi Indonesia.com, MALANG-Rasanya sudah begitu lama berdebat soal muara gerakan mahasiswa dalam lingkaran mahsiswa dan para cendekiawan dengan pendekatan-pendekatan yang lebih khusus yang sampai saat ini gerakan mahasiswa Indonesia begitu intuisi atas kondisi-kondisi umum. Kalau berangkat pada perspektif kajian serius yang muncul tentang gerakan mahasiswa jawaban yang sering terdengar dalam komunitas mahasiswa yaitu istilah-istilah klasik seperti pentingnya membangun persatuan nasional, gerakan reformasi,menumbangkan rezim otoriter,perlawanan sampai revolusi,mahasiswa sebagai pelopor perubahan,tugas dan fungsi mahasiswa. Terminologi diatas mengambarkan soal kegelisahan pemahaman kader atau pelaku gerakan dalam menerjemahkan secara sistimatis bagaimana gerakan mahasiswa memposisikan diri dalam tamadun (peradaban) yang sudah begitu maju atau pelaku gerakan merasa ketinggalan.
Konteks kajian bahasiswa seperti terminologi yang digabarkan di atas cukup menjadi perdebatan serius dalam rangka mengemangati anggota baru komunitas, mahasiswa baru yang ingin belajar skill retorika, tapi tidak bisa dibiarkan terlalu lama menjadi diagnosa kesadaran sifat intuisi yang akan menggangu pencernaan berpikir radikal seolah-olah gerakan mahasiswa dalam kacamata sempit mamaknai ajang demonstrasi, gerakan mahasiswa bukan seperti kaum sofis yang memaparkan fakta-fakta sosial dengan argumentasi mentah wilayah retorika semata dalam meyakinkan kelompok-kelompok tertentu, apalagi melawan relasi kuasa sistem yang komplikasi dijaman reformasi sekarang.
Perlu kiranya memberikan penjelasan teoritis soal gerakan mahasiswa supaya tidak terjadi dikotomi yang sempit tentang gerakan, Sebab dalam ensensi gerakan mengambarkan suatu aktifitas (mahasiswa beraktifitas/mahasiswa aktif), Gerakan mahasiswa meliputi banyak hal yang melekat dalam tubuhnya paling umum bagaimana basis keilmuan yang diperoleh guna untuk membongkar fakta-fakta sosial dari manipulasi kepentingan yang tidak semestinya, gerakan mahasiswa dalam penjelasan yang sederhana merupakan bagian pembelajaran menjadi mahluk sosial yang berguna bagi orang lain.
Gerakan mahasiswa bukan pada kesimpulan aksi demonstrasi turun kejalan semata dengan percaya diri mengklaim lingkaran revolusioner,secara sadar atau tidak semua mahasiswa diseluruh Indonesia melakukan gerakan-gerakan tersebut cuman tidak efektif memberikan nilai tawar,selepas soal dunia Kampus/Universitas yang bebas nilai dengan fokusan ilmu fakultas,Komersialisasi pendidikan,dan problom-problem lain dalam dunia pendidikan yang tidak memberikan ruang penuh atas demokratisasi sehingga gerakan mahasiswa terbantah- bantah.
Agak sulit diterima oleh logika postmodernisme dengan cara berpikir yang instan soal gerakan mahasiwa seolah jalan lurus terus-menerus padahal tau ada terowongan besar didepan akhirnya jatuh,setelah jatuh masih teriak bahwa gerakan mahasiswa itu pilihan mulia akhir jatuh lagi, begitu-begitu terus hasilya. Apa yang bisa dibanggakan kalau gerakan mahasiswa seperti aksi demonstrasi turun kejalan begitu-begitu terus hasilnya, muncul lagi istilah pembenaran “jalan aja dulu/Proses aja dulu” biar kamu tau hasilnya seperti apa, bukankah historis yang terjadi sebelumnya cukup menjadi bukti kalau yang fatal salah ngapain direnkarnasi, konteks ini tetap pada masa yang tidak berubah.
Sebut saja, mengatas namakan gerakan mashasiswa penggulingan Rezim Suharto dengan perolehan semangat reformasi yang memberikan peluang besar bagi kebebasan partai politik secara liberal terbentuk,buah tangan reformasilah memunculan partai politik yang korup saat ini dengan kesempatan kebebasan demokrasi liberal, aktor aktivisme demonstrasi pengguligan Rezim Suharto menjadi bagian penuh mengusung iklim politik yang makin mundur dari asas kepentingan bersama rakyat indonesia “Reformasi dimanipulatif untuk kepentingan oligarki”.
Fakta sejarah yang diakui publik terhadap fase-fase gerakan mahasiswa di Indonesia bukan ditiru secara mentah apalagi yang kita ketahui historis hanyalah bagian yang sama soal kejadianya bukan isian- isian, tindakan-tindakan, kimia-kiamia dalam kejadian tersebut.
Ingin disampaikan juga,Gerakan mahasiswa yang meletus 1998 (Reformasi) masih sangat banyak yang harus diperbaiki,dilengkapi berdasarkan fakta sosial 22 tahun reformasi berlangsung justru mengusung pemimpin-pemimpin oligarki berhati serakah,dalam mimbar-mimbar pidato politik mahasiswa menyampikan reformasi bukan jalan selamat tapi revolusi sebagai jalan yang diinginkan kalangan umat (Perubahan total) Terhimpit oleh dikotomi narasi ekstrim yang terkadang kaku.
Menjelajahi eropa bagian Barat dan Timur terdapat perbedaan besar diatas kesamaan Eropa,Pada awal abad ke-17 Eropa Barat berada beberapa tahun didepan rekan-rekanya di timur,Di Barat tidak ada tatanan feodal dan perbudakan,Sedangkan di Timur sebagian besar penduduk dimiliki oleh tuan tanah.
Atau kita ambil contoh dalam negeri seperti Indonesia bagian timur,barat,jawa dan lain sebagainya merupakan suatu kesatuan yang utuh sebagai negara kesatuan republik Indonesia tapi perdebatan soal ini terus diperijit pada sisi yang falsifikasi sehingga nilai kesamaan terabaikan begitu saja dengan kemampuan negara kita yang bobrok tidak mampu membuat satuan kulturasi agar tidak mendiskriminasikan satu daerah dengan daerah lainya, segala perbedaan di dunia ini pasti ada kesamaan yang bisa disatuakan, begipun dengan gerakan mahasiswa yang mengatas namakan pengurus BEM, Organisasi Nasional, Organisasi Daerah, Paham kiri dan kanan, paham religi dan non religi, si paling revolusioner dan Si paling apatis. Air dan minyak aja bisa disatukan dalam bingkai yang berorentasi materian yang baru, kalau air dan minyak dicampur kita tidak boleh menyebut bahwa itu adalah minyak atau air, begitupun dikotomi yang terpisah soal narasi gerakan mahasiwa atas jargon-jargon yang di klaim.
Terhimpun oleh dikotomi narasi yang terkadang kaku,Maksudya adalah keseringan gerakan mahasiswa dalam doktrin komunitas sampai saat ini relefansi perdebatan bagaimana pertentangan Epistimologi Kiri dan Epistimologi Kanan seolah ada tembok berlin dalam perdebatan tubuh gerakan mahasiswa sampai diruncingkan pemaknaan serikat gerakan dan serikat non gerakan,Si paling cerdas dan Si paling ketinggalan jaman (Blok division).
Pada umumnya sayap kiri diasosiasikan dengan ide-ide seperti kebebasan, persamaan derajat, solidaritas, pembelaan hak-hak, perjuangan sosial, reformasi dan internasionalisme, sedangkan sayap kanan diasosiasikan dengan ide-ide seperti hirarki, keteraturan, kewajiban, tradisi, nasioanalisme, dan mematuhi pihak berwenang. Pemberlakuan pemahaman inilah menjadi sisi dimana tradisi gerakan mahasisiswa tidak evektif dalam meradikalisasi masalah-masalah pembelajaran sehingga keluar pada esensi dasar mahasiswa In the student body there is movement, Identik gerakan mahasiswa memang tidak bisa dipisahkan dari aksi demonstrasi sebab itulah menjadi nilai jual mahasiswa terhadap publik, Memahami problem yang timbul dalam dinamika mahasiswa menerjemahkan sebuah makna secara semantik bahwa memiliki kalimat berlawan mungkin ini yang dimaksud dengan nilai masa yang tidak pernah berubah yang jelaskan dalam ilmu kimia.sebuah paragraf khusus yang dapat kita pelajari bagaimana kemenangan gerakan mahasiswa di Chile menjadi referensi.
Melihat pendidikan di Chile yang dilimpahkan kepada pasar bebas (Neoliberalisme) berujung komerisialisasi seperti sistim pendidikan di Indonesia saat sekarang ini, Pada tahun 2006 pelajar-pelajar di Chile berkonsolidasi untuk membuat pergerakan yang berujung pada aksi demonstrasi besar-besaran yang kemudian dikenal denganistilah Penguin Revolution. Aksi tersebut di laksanakan pada tanggal 24 April 2006 dan dibentuk oleh Coordinating Asembly of hingh School Students (ACES). Pada awalnya Penguin Revolution dimulai sebagai bentuk reaksi terhadap tarif bus sekolah dan biaya masuk universitas yang dianggap mahal. Gerakan ini menuntut pendidikan gratis, pendidikan untuk publik, menolak pendidikan berbasis ekonomi pasar dan profit, serta penghapusan praktek diskriminatif di sekolah, selepas soal kegagalan presiden Michelle Bachelet, seperti segala hal yang terjadi dalam negeri, Indonesia juga beginikan?.
Sampai pada saat yang tepat seruan gerakan mahasiswa Chile dengan slogan “Rakyat bersatu tidak bisa dikalahkan”, Begitu terukur bukan?. Gerakan mahasiswa yang terjadi di Chile tersebut tidak mentah seperti diuraikan dalam tulisan-tulisan yang menyebar tentunya bayak ancaman terhadap pelaku gerakan dengan definisi sederhana mereka merintis dari yang dianggap Utopis oleh banyak kalangan, Berangkat dari study kasus, analisi sistimatis, kerangka kritis, masalah yang tidak menarik tapi sampai pada akhirya diakui publik dan seksi sampai pada perbincangan dunia.
Dalam perjalanan gerakan mahasiswa Indonesia tersentuh oleh gaya- gaya yang kaku seolah kekuatan mahasiswa tidak sepadam dengan relasi kuasa rezim sehingga muncul rasa pesimisme menghilangkan intisari gerakan mahasiswa, mahasiswa berkolaborasi dengan elit penguasa, di intervensi oleh senior komunitas, nama komunitas ditukar dengan nominal rupiah, maka lunturlah prinsip gerakan mahasiwa secara pendirian dasar. Dalam keadaan yang sangat darurat demokrasi mahasiswa dengan bangga berpose dihadapan kamera seolah dia adalah orang hebat karena bisa foto barengan, semurahan inikah ilmu nilai keilmiahan ilmu pengetahuan yang diserahkan untuk memperjelas kebenaran harus ditegakan. Atas nama hajatan rakyat ketemu dengan perwakilan legislatif atau pejabat sekitar membangun kegiatan-kegiatan serimonial degan RAB (Rancangan Anggaran Belanja) hasil manipulatif.
Masih ingat dalam pendiskusian Tahun 2020 bersama teman-teman mahasiswa dari komunitas yang berbeda haluan keorganisasiaan tapi memiliki orentasi yang sama, kira-kira begini muatanya, silakan buka jubah organisasi kita masing-masing mari bersandar atas nama kemanusiaan, kebenaran, asas keadilan, perdebatan soal esensi komunitas siapa yang paling benar itu pasti benar bagi siapa yang memeluknya, kita harus berangkat dari istilah-istilah persamaan, organisasi yang dipeluk oleh mahasiswa sifatya taktis menuju cita-citalah yang strategis, apa salahnya dilakukan secara berjamaah menuju cita-cita tersebu kalau dirasa praktis.
Dalam perbedaan fungsi diseluruh hal kalau kita amati secara bijaksana atas apa yang ada di dalam alam semesta, baik yang ada diluar angkasa dengan gaya rotasi berdasarkan sirkel tertentu yaitu mencapai satu puncak yang besar, unit-unit kecil yang biasanya bertentangan ternyata memiliki rantai relasi erat menghasilkan daya besar, contoh seperti organ tubuh manusia bergerak sesusai keiginan (Normal) tersebut berdasarkan kerja jantung, paru-paru, ginjal dan lain-lainya yang ada dalam organ tubuh dengan cita-cita manusia seutuhnya bisa bergerak, begitupun teman-teman lagi membaca sekarang, membaca tulisan ini bukan pekerjaan satu atau dua organ yang bergerak seperti mata dan mulut (panca indera), tapi untuk membaca tulisan ini semua organ tubuh bergerak membuat relasi, bagaimana mata bisa melihat tulisan kalau jantung tidak berdetak dan begitupun mulut bersuara. Beginilah gerakan mahasiswa mengatur pola eksekusi fungsional dalam spesialis pembagian job kerja masing-masing terlaksana atas prosedural pasti akan melahirkan hasil maksimal berdasarkan keinginan,ada yang menjadi bagian ideologisasi, mobilisasi, penguasaan terhadap tekhnologi, riset, karya ilmiah, tekhnik propaganda yang relevansi membuat publik merespon. perangkat-perangkat dalam gerakan mahasiswa semuanya sudah aktif maka akan terjadi gelombang gerakan yang besar.
Kulturasi Gerakan Mahasiwa
Pengaruh cara berpikir postmodernis yang meletakan dasar penalaran tentang suatu masalah dengan membentuk embrio-embrio baru dalam bersosial dan masyarakat maka penyatuan isisan yang seolah terpisah saat ini dianggap sulit. Sejak dalam pikiran menjadi seorang mahasiswa adalah lambang kehormatan status sosial apalagi kalau menjadi mahasiswa di salah satu pergurun tinggi ternama, kebanggaan tersebut memang realistis dengan desain sistim pendidikan yang komersial dibandingkan sahabat-kerabat lain yang tidak bisa menempuh pendidikan tinggi.
Yang disayangkan, kebanggaan sebagai gelar mahasiswa berdasarkan realita apabila seorang memisahkan dari dari komponen-komponen lain, seolah mahasiswa bisa mengelesaikan segudang problem dalam negeri ini dengan identitas mahasiwa, seperti yang kita temui baru ini gerakan mahasiswa yang dimotori oleh BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) dalam aksi penolakan RKUHP, OMNIBUSLAW, BBM tidak mengajak seluruh mahasiswa lantaran perbedaan dalam rukun komunitas, apalagi memobisasi masyarakat luas untuk terlibat, lebih memilih menjadi pahwalan sewalaupun kesiangan.
Kulturasi gerakan mahasiwa dengan serikat rakyat (Buruh, petani, nelayan) yang ada tindak menghilangkan orentasi keilmuan justru memperkuat kultur yang tertuang atas Tridharma Perguruan Tinggi, basis keilmuan akan diuji kebenaranya jikalau gerakan mahasiswa mampu menyatukan sekutu gerakan buruh,petani,kaum miskin kota, fakir miskin (Kaum mustadha,fin). Sekutu gerakan mahasiswa adalah seluruh gerakan kebenaran yang berorentasi kepentingan publik (masyarakat sipil), setelah berdinamika dalam dunia kemahasiswaan mendalami kajian-kajian, penelitian,memahami pola komunikasi, administrasi, berpalinglah terhadap kebenaran universal sebagaimana tujuan pendidikan, saat yang tepat diperlihatkan oleh rezim penguasa membohogi rakyat, korupsi, menupi ruang demokrasi, dalama Kacamata pengelesaiyan seperti apa mahasiswa melihat hal demikian terjadi, poin penting atas dinamika politik dalam negeri mahasiswa hadir dengan gerakan mahasiswa atas ketajaman argumentasi, basis data yang ilmiah. Gerakan mahasiswa sebagai penerang bagi gerakan rakyat pada umumnya dan begitupun sebaliknya gerakan mahasiwa tanpa gerakan lain bagaikan air yang diminum sampai kapanpun akan tetap terasa haus.
Beberapa tahun belakangan disadari atau tidak polarisasi gerakan mahasiswa imbas dari kepentingan elite politik dan hanya berkutat pada issue-issue parsial dan nyaris tidak tepat sasaran. Oleh karenanya, identitas mahasiswa sebagai intelektual organik (meminjam istilah Antonio Gramsci), social control, makin kabur. Kelemahan itu terasa dari lemahnya cara menalar persoalan dan tidak menyelesaikannya pada akar persoalan tersebut, sehingga menimbulkan persoalan baru dalam kehidupan sosial.
Jika ditelisik lebih dalam, ternyata kontribusi dunia pendidikan turut mewarnai cara berpikir primitif sampai pada pengaruh psyco motoriknya. Terdapat banyak celah dalam produk hukum dunia pendidikan yang terlalu menekankan simplification-problem (menyederhakan masalah) dengan upaya yang praktis. Bahkan secara tekstual, aturan tersebut menekankan pendidikan karakter dengan upaya peningkatan kognitif (IQ, EQ dan SQ) dan dalam penerapannya masih pro terhadap status quo yang seolah-olah Sekolah ataupun Kampus lingkupnya di ruang kelas.
Kita boleh beranggapan, permasalahan bangsa dan negara Indonesia beberapa dekade kedapan makin kompleks dan kian kontras konflik kepentingan antar kelompok elite politik, elite pendidikan dan kelompok sosial.
Mahasiswa Bergerak Membuktikan Mahasiswa Itu Ada
Teori gerak sudah banyak di temukan oleh cendekiawan,filsuf,ilmuawan bahwa gerakan adalah sebuah materi yang mengalami perubahan, paleontologi kimia-fisika memberikan komparasi atas Zat, Partikel, Energi sampai pada struktur Atom di jelaskan dengan sangat teliti berdasarkan kacamata ilmu pengetahuan atas penemuan-penemuan terbaru,hal-hal ini sudah terakui secara logis bahwa benar-benar ada seperti gerakan mahasiswa sebelum kemerdekaan benar-benar ada tanpa pembuktian tertulis panjang-lebar lagi karena dipahami hukum gerak,cukup dengan satu sampel pembuktian bahwa tahun 1908 ada mahasiswa dan organisasi yang kita kenal Budi Utomo, kesimpulanya berati ada aktivitas gerakan mahasiswa dulu. Bukan berarti semuanya sudah jelas menjadi final untuk diperdebatkan, dipertanyakan, didalamin dan diradikalisasi berdasarkan pertanyaan-pertanyan filosofis.
Semua ilmu pengetahuan yang kita pelajari ini untuk apa,pertanyaan serupa juga pernah dilontarkan oleh seorang murid terhadap Plato yang membuatnya marah sampai sang murid dikeluarkan dalam ruangan pembelajaran.Sama juga kalau pertanyaan tersebut diberikan kepada ahasiswa sekarang “Buat apa kuliah” pastinya akan berhenti sejenak dan berpikir lalu menjawab bahwa kuliah untuk menjadi orang berguna buat orang lain,menjadi orang sukses,menambah pemahaman, mencari jati diri, biar dapat pekerjaan yang layak,Dan masih banyak jawaban sesuai masing-masing personal, Pernah gaksih kepikir bahwa pendidikan itu adalah kewajiban (Wajib) manusia.
Seperti uraiyan gerakan mahasiswa disampaikan pada poin-poin awal diatas meliputi aktifitas dalam tubuh mahasiswa yaitu Riset- penelitian, Perdebatan teoritis, Melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi,Uji laboratorium dan lain-lain. Tidak sampai pada tahap kemampuan mahasiswa menguasai basis keilmuan yang dipelajari tapi paling kongrit adalah bagaimana esensi keberpihakan ilmu pengetahuan, secara siklus ilmu pengetahuan berjalan pada porosnya tidak bisa dirubah tapi yang menjadi masalah terbesrar adalah yang memiliki ilmu pengetahuan lebih atas kapasitas pendukung adalah orang yang paten terhadap jaman dengan gaya sistim yang diterapkan sekarang. Maka gerakan mahasiswa bagaimana mempertajam situasi saat ini dalam melihat kebenaran universal dan pilihan gerakan yang dirasa relevan terhadap jamanya. Apakah aksi demonstrasi turun kejalan masih relevan sekarang,Tanpa mengurangi rasa hormat dengan percaya diri bahwa aksi demonstrasi dijaman yang sudah bergerak kearah pemenuhan kebuhan segelintir orang atas relasi kuasa,maka aksi demostrasi turun kejalan justru tambah relevansi terhadap jamanya sebab ruang untuk terus dikekang dengan syarat-syarat formil,aksi demonstrasi gaya moderen. Aksi demonstrasi menjadikan laboratorium atas teori-teori yang didalami atas riset, perdebata, perhitungan, kajian ilmiah dan hal lain yang meliputi aktifitas akademik.
Dalam kalimat yang sering menjadi slogan melakukan aksi demonstrasi tetaplah menjadi demostrasi yang terdidik, Terpimpin dan Teroganisir, Slogan tersebut tidak hanya dalam bentuk ucapan mengatur pola barisan massa aksi, tapi dalam seluruh tindak-tanduk aktifitas gerakan mahasiswa yang meliput hal-hal tadi seperti, riset, cara belaja,cara berkawan dan bahkan kalau bisa sampai cara bersetubuh dengan istri.*
Penulis:
Fahrul Ramadhan (Aktivis Serikat Mahasiswa Indonesia)
Editor
DC/NI