Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Krisis Pembelajaran dan Harapan dari Kurikulum yang Memerdekakan

Selasa, 21 Februari 2023 | Februari 21, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-02-21T13:03:34Z

Keunggulan kurikulum merdeka (dok. Kemdikbudristek)

Narasi Indonesia.com. JAKARTA-Dibanding negara-negara lain secara global, pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan. Indikasinya, berbagai hasil riset menunjukkan kompetensi siswa Indonesia di tingkat global masih berada di level bawah.


Survei Programme for International Student Assessment (PISA) oleh OECD pada tahun 2018 menunjukkan, kompetensi membaca anak Indonesia berada di bawah level minimum, 71 persen dalam matematika, dan 60 persen dalam sains. Pembelajaran cenderung masih sekadar membuat anak didik bisa membaca. Kemampuan level tinggi seperti berpikir kritis dan menginterpretasi masih minim dimiliki anak-anak kita.


Hal tersebut masih ditambah persoalan learning loss karena pandemi Covid-19 selama 2-3 tahun terakhir. Hal tersebut membuat Indonesia mengalami krisis pembelajaran. Anak-anak kehilangan pembelajaran, bahkan minat dan antusias belajar semakin terkikis.


Di tengah berbagai persoalan tersebut, dibutuhkan suatu perubahan. Di sinilah, Mendikbudristek Nadiem Makarim meluncurkan Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar pada 11 Februari 2022.


Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakulikuler yang beragam, di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Di Kurikulum Merdeka, guru leluasa memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik (Buku Saku Tanya Jawab Kurikulum Merdeka, halaman 9).


Kedalaman memahami suatu konsep yang didapatkan dari suasana belajar yang menyenangkan menjadi hal yang hendak dibangun melalui Kurikulum Merdeka. Selama ini, problem pembelajaran salah satunya berkutat pada metode pembelajaran yang monoton sehingga siswa kurang antusias. Padahal, antusiasme anak didik dalam belajar adalah modal penentu keberhasilan proses belajar.


Di Kurikulum Merdeka, guru diberi keleluasaan secara kreatif memilih berbagai perangka ajar sesuai kebutuhan dan capaian perkembangan siswa. Guru tak lagi dibebani Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), namun evaluasi lebih pada melihat dan mengupayakan perkembangan setiap individu dari waktu ke waktu.


Kurikulum Merdeka yang dirancang lebih sederhana dan fleksibel, diharapkan membuat siswa lebih aktif. Pembelajaran akan banyak memberi ruang berkreasi dalam tugas-tugas berbasis proyek. Di sinilah “kedalaman” dalam memahami suatu konsep itu diasah dalam upaya membangun dan menguatkan nilai-nilai profil pelajar Pancasila.


Di jenjang SMA/MA, siswa bahkan tak harus memilih jurusan IPA/IPS/Bahasa, tetapi bebas memilih dan menentukan kombinasi mata pelajaran sesuai bakat, minat, dan aspirasinya. Dengan mata pelajaran yang dipilih sendiri, siswa akan lebih interaktif dan antusias dalam mengikuti proses belajar.


Hal ini menjadi salah satu ciri Kurikulum Merdeka yang berfokus pada pengembangan potensi anak didik. Sebagaimana amanat Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1, bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.


Keunggulan

Mengutip Siaran Pers Nomor: 59/sipers/A6/II/2022, Mendikbudristek Nadiem Makarim menjelaskan keunggulan Kurikulum Merdeka. Pertama, lebih sederhana dan mendalam karena kurikulum ini fokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik pada fasenya.


Kedua, tenaga pendidik dan peserta didik akan lebih merdeka. Bagi peserta didik, tidak ada program peminatan di SMA, peserta didik memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasinya. Bagi guru, akan mengajar sesuai tahapan capaian dan perkembangan peserta didik. Kemudian sekolah memiliki wewenang mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik.


Ketiga, Kurikulum Merdeka lebih relevan dan interaktif. Pembelajaran melalui kegiatan projek akan memberikan kesempatan lebih luas bagi peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual. Misalnya isu kesehatan, lingkungan, dan lainnya untuk mendukung pengembangan karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila.


Memulai perubahan memang bukan hal mudah. Kebiasaan lama yang sudah “nyaman” bagi sebagian pendidik adalah tantangan dalam penerapan kurikulum ini.


Kurikulum Merdeka ini pun bersifat opsi bergantung kesiapan sekolah. Setiap satuan pendidikan bisa memilih tiga opsi dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka pada Tahun Ajaran 2022/2023. Opsi pertama, menerapkan beberapa bagian dan prinsip Kurikulum Merdeka tanpa mengganti kurikulum yang sedang diterapkan. Kedua, menerapkan Kurikulum Merdeka menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan. Ketiga, menerapkan Kurikulum Merdeka dengan mengembangkan sendiri berbagai perangkat ajar (Siaran Pers Nomor: 59/sipers/A6/II/2022).


Kita melihat adanya terobosan baru dalam Kurikulum Merdeka ini. Ada semangat menciptakan pembelajaran yang memerdekakan anak didik agar berkembang sesuai potensi dan minatnya. Ini adalah substansi pendidikan. Kita berharap, akan banyak satuan pendidikan yang antusias menerapkannya, merasakan dampak positifnya, dan membuat semakin banyak sekolah terpanggil untuk mengimplementasikannya.*


Penulis

Al-Mahfud, peminat topik pendidikan


Editor

DC/NI


×
Berita Terbaru Update