Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Demokrasi dan Hakekat Ke-Indonesiaan

Sabtu, 04 Maret 2023 | Maret 04, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-03-04T08:16:12Z

Mahfut Khanafi Ketua Umum PB HMI (dok. istimewa)

Narasi Indonesia.com, JAKARTA-Demokrasi sesungguhnya merupakan hakekat ke-indonesiaan itu sendiri. Para pendiri bangsa ini menyadari bahwa masa depan bangsa kita ada dalam sebuah wadah politik dimana musyawarah dan mufakat menjadi pondasinya, dimana daulat rakyat (bukannya daulat tuanku) adalah ruh di dalamnya. Hal itu berangkat dari keprihatinan mereka atas penjajahan yang mereka rasakan yang tidak memberikan ruang yang sama dan setimpal kepada rakyat, khususnya kalangan Bumiputera untuk menyuarakan aspirasi dan menentukan nasibnya sendiri. 


Penjajahan telah menghisap hingga urat nadi hakekat kedaulatan rakyat hingga bangsa ini tidak lebih dari bangsa yang mudah sekali dihela layaknya lalat. Keinginan membangun demokrasi itu pun secara gamblang tercermin pada sila keempat dari Pancasila kita. Sayangnya, pembangunan demokrasi bukan persoalan mudah. Hingga saat ini masih terdapat beragam problem terkait dengan pembangunan dan pemantapan demokrasi yang menyebabkan kerja-kerja politik masih jauh dari kata selesai.


Selain itu, politik dalam konteks keindonesiaan juga tidak terlepas dari keberadaan identitas, khususnya yang terkait dengan hal-hal keagamaan. Para pendiri bangsa menyadari adanya peran mendalam agama di setiap suku bangsa yang ada di Indonesia. Salah satunya penyumbang identitas itu ajaran Islam, sebagai salah satu basic value dalam kehidupan politik bangsa. Islam memainkan peran penting dalam upaya membentuk karakter kebangsaan kita. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa salah satu motif perjuangan melawan penjajahan didasari oleh semangat keagamaan yang tinggi. Beberapa sultan, pangeran dan para ulama menjadikan agama sebagai salah satu motivasi perlawanan imperialisme.


Resolusi jihad melawan penjajah yang disuarakan untuk mengusir penjajah terus bergema sejak para pejuang Aceh mengangkat senjata melawan kolonial Belanda hingga peristiwa 10 November 1945. Bung Karno, dalam tulisannya “Nasionalisme, Islamisme dan  Marxisme” (1926), mengakui pentingnya kontribusi Islam terutama memberikan motivasi perjuangan yang demikian hebat.*


Penulis

Mahfut Khanafi (Ketua Umum PB HMI)


Editor

Monta/NI

×
Berita Terbaru Update