Johairi, M.Pd.I Sekwil RMI PWNU NTB (dok. istimewa) |
Narasi Indonesia.com, MATARAM NTB-Lebaran Ketupat atau yang dikenal dengan Lebaran Tupat, selanjutnya istilah ini yang lebih sering dipergunakan oleh masyarakat suku Sasak ini telah dilakukan sekitar ratusan tahun silam oleh masyarakat suku Sasak Lombok dan merupakan hari kemenangan setelah melakukan puasa sunnah selama enam hari. Lebaran Tupat merupakan penutup dari pelaksanaan puasa sunnah Syawal yang dilaksankan sejak taggal 2-7 Syawal.
Dalam Masyarakat Lombok lebaran Tupat juga dikenal dengan sebutan “Lebaran Nine” (Lebaran Wanita). Sebutan Lebaran Nine pada hari raya merupakan cara msyarakat Lombok untuk membedakan dengan Lebaran yang diadakan setelah berpuasa selama sebulan di Bulan Ramadan yang disebut "Lebaran Mame” (Lebaran Pria) adapun definisi ketupat yaitu beras yang dibungkus busung (janur) dan kemudian direbus, model ketupat berfariasi ada yang berbentuk segi empat dan ada juga memiliki tiga sumbu yang sering disebut Tupat Bucung bahasa sasaknya, sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut tupat segitiga.
Bagi sebabok , bentuk Tupat (Persegi) diartikan dengan kiblat Papat, Limo, Papat dimaknai sebagai simbol empat penjuru mata angin utama: Timur, Barat, Selatan dan Utara artinya kemanapun manusia pergi ia tidak boleh melupakan Pancer (arah) Kiblat.
Sedangkan nilai filosofis rumitnya anyaman busung (janur) untuk membuat Tupat merupakan simbol dari kompleksitas masyarakat Lombok. Anyaman yang melekat satu sama lain merupakan anjuran bagi seseorang untuk meletakan tali silaturahmi Tanpa melihat perbedaan kelas sosial (strata sosial). Sedangkan Lebaran Tupat jika dipandang dalam nilai sosial adalah menjadi ajang silaturahmi antar masyarakat.*
Penulis
Johairi, M.Pd.I (SEKWIL RMI PWNU NTB)
Editor
M/NI