Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Auto Kritik, Problematika Bangsa dan Eksistensi Pemuda

Minggu, 28 Mei 2023 | Mei 28, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-05-29T05:59:53Z
Dok. Penulis 

Narasi Indonesia.com, MATARAM-*Refleksi Mendasar* Etika sosial merupakan emergant dari etika individual yang dihasilkan dari perjumpaan dua subyek atau lebih kemudian menghasilkan kebenaran yang di akui bersama. Jika etika telah melingkari diri maka benih kesadaran akan selalu ada dalam qalbu, tapi jika kepentingan yang melahirkan deviasi (gerak melenceng dari rel yang semestinya dan seharusnya) dalam kehidupan sosial sudah pasti merobek etika dan nilai kebenaran.


Fenomena sosial yang terjadi begitu cepat dan berkembang luas tanpa di sangka hampir setiap detik pergerakkan atau perubahan tersebut selalu menunjukan eksistensi dan resistensinya. kedinamisan dinamika dan problematika sosial pada perkembangannya selalu didominasi oleh manusia yang memiliki hasrat "kebinatangan" yang tinggi dalam dirinya, meski di sisi lain yang menyuarakan kebenaran tetap ada, tarik ulur antara dua kutub positif dan negatif tersebut selalu saja terjadi, namun yang menjadi persoalan ialah dominasi negatif lebih unggul di bandingkan sebaliknya, hal tersebut dipengaruhi oleh masifnya doktrinasi dan implementasi, ini menunjukan wajah pembangunan Sumber Daya Manusia kita hari ini sedang kacau.


 *Problematika Bangsa*
 
Bacaan saya bahwa di negeri ini, konspirasi jahat bukan lagi sebuah cerita fiksi bak teka teki yang harus di pecahkan seperti kerja detektif, hampir keseluruhannya adalah realitas fakta yang dipertontonkan, kini hal yang substansi ( isi) dengan aksidental (kulit) tak lagi ada perbedaan, keduanya sama-sama bisa menjadi senjata ampuh untuk saling berperang dipermukaan dengan saling menunjukan kecerdikan dan kelihaian. 


Jika etika perubahan menjadi eTiket bersama untuk menyatukan permufakatan jahat bagi para elit politik yang ingin terbang dan berlayar dalam sebuah pertempuran dan menghakimi lawannya tampa kerangka Rasional dan Objektif maka kehancuran dan kesemrawutan sistem sosial yang sudah di rawat dari generasi ke generasi menjadi berantakan.


Soal merawat generasi selalu saja terbatas pada "only orality turns into anmorality" Sehingga menyebabkan lahirnya generasi yang memiliki ideologi premature ( cacat mentat, cacat pikiran dan cacat tindakan ). Jika kita berbicara dan memahami bahwa esensi dari nilai kemanusiaan yang di sebut fitrah adalah fondasi yang melekat dalam diri manusia, kini menjadi terkalahkan dan tidak mempan untuk mengarahkan dan membimbing manusia karna arus doktrinal didominasi oleh manusia yang mengabaikan esensi tersebut.


Jika nilai dasar tersebut hilang maka produk manusia menjadi produk "manusia mesin" seperti istilah netische karna daya dorongan fitrah tidak lagi berfungsi sebagai kekuatan yang memancarkan nilai kebaikan dan kebenaran dalam diri manusia maka Patut kita sebut praktek tersebut sebagai praktek manusia nihilis karna tampa disadari sudah tentu terhinggap penyakit virus modern yang hanya berorientasi pada tujuan material semata sehingga sudah pasti teralienasi dan kehilangan visi keilahian-Nya apalagi visi kemanusiaannya. 

"Homo homoni lupus" tiga kata latin yang di kemukakan oleh Tomas Hobbes dalam karyanya de cive (1615) sangat perlu kita refleksikan dalam konteks hari ini, bagaimana kekejaman manusia bagi sesamanya ketika hasrat kepentingan materialis telah menguasai manusia secara radikal sehingga menegasikan "homo homoni socius" yang juga di istilah kan oleh tokoh yang sama yang memiliki pengertian Bahwa manusia adalah teman bagi sesamanya. 


 *Eksistensi Pemuda* 

Populasi Pemuda Indonesia akan mengalami pertumbuhan yang sangat dahsyat ke depan, hipotesa ilmiah tersebut terjadi pada dekade Tahun 2030 s/d 2040 yang diistilahkan sebagai "Bonus Demografi". Sebagian besar kabar tersebut di sambut dengan positif dan bahkan benyak seminar nasional di gelar yang didalamnya memuat diskursus menyoal fenomena tersebut. Pertanyaannya apa yang mesti kita lakukan?,apakah hanya sekedar menyiarkan dan pembawa berita soal bonus demografi? Apakah hanya sebatas itu?, saya rasa tugas kita tidak hanya sampai di situ, tugas kita generasi muda menyelami banyak pengetahuan, mengasah skill, bertindak atas dasar kesadaran dan kemauan diri sendiri yang kuat, mengokohkan animo belajar.


Kita harus menjadi sosok Neo Socrates agar merobohkan tembok kerancuan dan keragu-raguan yang terlanjur disyarkan oleh Neo Sofis yang menghancurkan dan mengacaukan fondasi kebenaran pada perjalanan bangsa ini. Kita harus menjadi Neo Mahatma Gandhi yang melawan pembodohan dengan kekuatan politik moral dan intelektual, kita harus menjadi Neo Cak Nur dan Neo Gus Dur meretas perbedaan dan perpecahan dengan bangunan ( logika, akal, rasional) dan hati yang menyatu seimbang, kita harus menjadi segalanya yang bernilai kebaikan dan kebenaran dalam sisi kehidupan sosial dan bangsa ini, jika tidak demikian maka kehadiran Bonus Demografi justru akan menjadi mala petaka besar karna produksi kuantitas pemudanya tumbuh meledak tapi justru secara kualitas jauh sangat merosot dan tertinggal. 


Ini adalah refleksi kritik sekaligus auto kritik bagi diri saya dan kawan-kawan saya yang menjadi bagian dari segmentasi pemuda, keresahan ini harus hadir jauh melampaui realitas yang akan terjadi ke depan agar supaya kita cepat menyadari hal apa yang menjadi kekurangan dan yang harus kita persiapkan untuk menyambut fenomena Bonus Demografi, problem bangsa hari dan masa depan adalah ada di tangan kita sendiri yang mesti menjawabnya, kualitas insan menjadi penentu bagi terwujudnya masyarakat adil dan makmur dan negara "welfarestate" yang di ridhoi Allah SWT.*


Penulis
Didi Muliadin

Editor 
DC/NI

×
Berita Terbaru Update