Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Menghadapi Pendidikan Transformatif

Selasa, 18 Juli 2023 | Juli 18, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-07-18T09:20:12Z

Penulis, Afdalul Aulad, M.E. (dok. pribadi)

Narasi Indonesia.com, MALANG-Dunia pendidikan menjadi sesuatu keharusan dalam kehidupan manusia, agar dapat memajukan SDM yang unggul. Pendidikan akan menciptakan berbagai-macam hal, diantaranya manusia yang unggul, berprestasi, berfikir luas, cerdas, mempunyai karakter dan lain-lain. Dengan hadirnya formulasi pendidikan yang ada dalam kehidupan manusia, baik secara formal maupun non formal. Pendidikan lah yang mampu menjadikan kita hidup, untuk menghidupkan dan mentransformasikan kehidupan yang lebih bermakna.


Parlu disadari dari cerminan pendidikan dalam sendi-sendi kehidupan kita saat ini dapat memberikan dampak terhadap pengelolaan sumber daya alam. Adanya pembangunan (develompent), pemeliharaan dan penanaman nilai yang terdapat di dalamnya, pendidikanlah yang menjadi fondasi utama manusia melakukan segala macam nilai-nilai tersebut. Pendidikan akan melahirkan cara berfikir cerdas, creative, objektif, transformatif dan substantif guna membangun peradaban manusia.


Manusia sejatinya memerlukan pendidikan, bukanlah nilai-nilai pendidikan itu datang dengan sendirinya, melainkan perlu untuk di usahakan. Dalam mewujudkan pendidikan yang bernilai mutu, maka diperlukan metode pembelajaran yang bermutu pula. Pembelajaran tersebut harus di barengi dengan kesesuaian perkembangan zaman. Salah satu metode yang sekiranya perlu diterapkan adalah metode pembelajaran transformatif.


Dalam terminologi pembelajaran pendidikan transformatif menurut Haryadi adalah “metode pendidikan yang memungkinkan siswa untuk mendidik diri mereka sendiri melalui pengalaman yang melibatkan realitas. Banyak pemikir di dunia pendidikan berpendapat bahwa sistem pendidikan tidak cukup hanya memberikan pengetahuan (apa yang diketahui siswa atau mahasiswa), tetapi perlu memberikan kepercayaan diri dan kemampuan kepada peserta didik untuk menjadi diri mereka sendiri".


Pendidikan transformatif mampu melahirkan orang-orang yang lebih percaya diri untuk menampilkan ide-ide baru dari mereka sendiri. Dengan adanya sesuatu dorongan pada diri sendiri, maka konsekuensi logisnya adalah menciptakan kebiasaan-kebiasaan yang bermakna. Kepercayaan diri sejatinya menjadikan seseorang berani tampil mengemukakan gagasan-gagasannya dan mengimplementasikan apa yang menjadi pengetahuannya. Konsekuensi ini memang memberikan ruang pada generasi-generasi terdidik yang mengembangkan cara berfikir dan tindakan untuk menumbuh-kembangkan kreatifitas dirinya.

Dunia ini sejatinya selalu beriringan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang tiada henti mengalami perubahan. Dari sekian banyak pengetahuan-pengetahuan yang di dapatkan, maka dengan pendidikanlah menjadi support sistem utamanya. Hal demikan akan berpengaruh besar dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu dengan pendidikan kita akan mampu menguasai dunia.


Pada prinsipnya, metode pendidikan dengan pembelajaran transformatif mampu memberikan peluang dan tantangan terhadap pengembangan kreatifitas diri sendiri. Lalu pertanyaannya kreatifitas seperti apa yang diperlukan?. Disini perlu diketahui kreatifitas itu timbul dari adanya dorongan eksternal yang muncul disebabkan oleh adanya sesuatu yang sudah ada, kemudian di tumbuh-kembangkan melalui berfikir melihat peluang terhadap sumber daya alam kita saat ini, seperti: memberikan nilai-nilai tambah terhadap produk-produk yang sudah ada, agar menarik untuk dipakai dan diperjual-belikan.


Seperti kita ketahui di perkirakan Indonesia akan menuju kebangkitan pada tahun 2045, tepatnya 100 tahun Indonesia merdeka dari penjajahan. Inilah yang melatarbelakangi kebangkitan generasi emas dan menjadi saat yang tepat bagi pendidikan untuk berperan menciptakan generasi emas Indonesia. Ini adalah momentum sangat tepat bagi para pemangku kepentingan dalam pendidikan untuk menata dengan sebaik-baiknya untuk pendidikan berkualitas.


Merujuk pada UUD 1945 Pasal 31 dan UU No 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Salah satu prinsip gerakan reformasi dalam pendidikan adalah pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta mereka dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan. Sejatinya output dari pendidikan akan menciptakan generasi-generasi emas yang produktif.

Mengutip jurnal yang di tulis oleh Regina Ade Darman tahun 2017 tentang generasi emas “sistem pendidikan masa depan bangsa Indonesia adalah pendidikan yang mengantarkan generasi masa kini menjadi generasi emas Indonesia 2045. Tepat pada tahun 2045 Indonesia 100 tahun terlepas dari belenggu penjajah. Ditahun tersebut Indonesia mengharap memiliki gold generation yang dapat membangun bangsa kearah yang lebih baik”.


Kenapa generasi masa kini?. Tentunya menurut hemat saya, generasi sekarang adalah generasi persiapan untuk menciptakan generasi yang memiliki usia produktif dalam menghadapi bonus demografi. Banyak ilmuan juga memperkirakan mulai tahun 2010 lalu sampai tahun 2035 kedepan itu masa persiapan bagi kita. Tentu hal ini selaras pula dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 dimana jumlah penduduk Indonesia usia muda lebih banyak dibandingkan dengan usia tua. Dalam data itu terlihat, jumlah anak kelompok usia 0-9 tahun sebanyak 45,93 juta, sedangkan anak usia 10-19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa. Kemudian diproyeksikan pada tahun 2045, mereka yang usia 0-9 tahun akan berusia 35-45 tahun, sedangkan yang usia 10-20 tahun berusia 45-54. Disini di perlukan investasi besar-besaran dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.   

 

Tantangan dan Peluang

Banyak hal yang menjadi tantangan kita kedepannya, salah satunya adalah di pengusaan terhadap teknologi dan informasi. Dunia saat ini sedang gencar-gencarnya menghadapi kemajuan yang pesat dari teknologi, disini dibutuhkan juga generasi terdidik yang adaptif terhadap perkembangan dan kemajuan tersebut. Kebutuhan itu pula mengharuskan kita untuk tidak selalu berfikir konservatif (kolot/ kuno), melainkan berfikir progresif untuk menatap masa depan, tetapi tidak boleh melupakan masa lalu yang menjadi bagian dari perjalanan sejarah untuk perbaikan di masa depan.


Banyak ilmuan di beberapa bidang seperti sains dan teknologi yang mengemukakan, saat ini kita sedang menghadapi VUCA yang merupakan akronim dari Volatility (perubahan cepat tak terduga), Uncertainty (sulit diprediksi/ ketidakpastian), Complexity (kerumitan), Ambiguity (membingungkan). Istilah VUCA ini sejatinya muncul pada tahun 1987 yang bermula dari adanya teori kepemimpinan Warren Bennis dan Burt Nanus kemudian digunakan dalam pelatihan kepemimpinan militer di US Army War College. Hal ini muncul untuk mempelajari dan menggambarkan situasi politik- keamanan yang berubah begitu cepat pada tahun 1990-an yang mengakibatkan keruntuhan Soviet hingga terjadinya perang teluk. 


VUCA dapat di terjemahkan sebagai tantangan yang perlu di hadapi dan sekiranya perlu untuk merumuskan peluang dalam mengahadapinya.


Pertama, Volatility, dalam menghadapi ini cerminan pendidikan yang kita jalani atau lalui saat ini, sekiranya perlu menerapkan visi (tujuan) yang jelas. Seperti tenaga pendidik (guru) harus mempersiapkan rancangan program baik bulanan, tahunan hingga master plan yang detail untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Dilain sisi pula peserta didik (siswa/siswi) harus mempersiapkan rancangan awal atau materi-materi dalam pemenuhan kebutuhan belajar. Dengan begitu dalam menghadapi perubahan yang cepat tak terduga dapat di bendung dengan persiapan proses pembelajaran.


Kedua, Uncertainty. Menghadapi ketidakpastian yang sulit diprediksi ini sekiranya diperlukan understanding (pemahaman) yang mendalam tentang kejadian masa lalu dan pembelajaran untuk arah masa depan. Disini memang di perlukan ketekunan dalam melatih dan mengevaluasi proses pembelajaran.


Ketiga, Complexity.  Proses pembelajaran kita dalam mengahadapi keruwetan dan kerumitan memang menjadi hal yang membosankan. Hal ini muncul diakibatkan kurangnya kesadaran dalam proses pembelajaran yang mengakibatkan berfikir untuk instan dan tidak menginginkannya proses untuk kematangan belajar. Inilah yang mengakibatkan terjadinya banyak orang-orang yang selalu menjadi follower (pengikut) di bandingkan dengan pencipta hal yang baru.


Keempat, Ambiguity. Kejadian ambigu atau kita kenal dengan kebingungan dapat terjadi disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan kepekaan terhadap situasi dan kondisi. Hal ini dapat diatasi dengan banyaknya membaca buku dan mentransformasi kejadian-kejadian yang ada. Dengan begitu akan membuat pendidik dan peserta didik memiliki agility dalam proses pembelajaran.*


Penulis

Afdalul Aulad, M.E.


Editor

M/NI

×
Berita Terbaru Update