Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Strategi Peningkatan Kualitas Desa di Kabupaten Bima

Sabtu, 29 Juli 2023 | Juli 29, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-07-29T08:44:54Z

Strategi peningkatan kualitas Desa di Kabupaten Bima (dok. istimewa)

Narasi Indonesia.com, MALANG-Desa merupakan wahana penunjang untuk penggerak ekonomi daerah hingga nasional. Ruang lingkup desa kebanyakan orang berstigma sebagai lingkungan yang kuno, terbelakang dan ketinggalan (baik dari segi IPTEK dan transformasi digital saat ini). Stigma itu dapat terbantahkan apabila di desa mampu menciptakan produktifvitas yang mandiri dan memberikan dampak positif terhadap lingkungan sekitar.


Kendati demikian, formulasi menciptakan desa yang maju dalam hemat pendapat saya adalah dengan menciptakan kualitas SDM yang unggul dan pelaksanaan pembangunan. Penciptaan manusia yang unggul dan pembangunan di daerah/ desa merupakan dua sisi yang tidak boleh dipisahkan. Dengan adanya fasilitas-fasilitas dari pembangunan untuk proses belajar mengajar (transformasi pengetahuan), maka manusia akan menjadi unggul, begitu juga sebaliknya apabila manusia sudah berpengetahuan yang mumpuni, maka akan dapat melakukan pembangunan yang berguna bagi seluruh lapisan masyarakat.


Dalam terminologi masyarakat produktif (kategori unggul) adalah masyarakat yang mampu menciptakan daya tarik, nilai jual dan daya inovatif terhadap pengembangan sumber daya alam yang di milikinya. Desa dapat dikatakan sebagai salah satu pioner utama dalam percepatan pembangunan nasional. Karena di desa-lah sumber-sumber lumbung pertanian dan perkebunan yang lebih banyak menyumbang sirkulasi pendapatan nasional.


Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2022 di Indonesia terdapat 83.794 desa yang tercatat dari sabang sampai merauke. Terdapat banyak keragaman dan kebudayaan yang menjadi ciri khas desa-desa tersebut. Salah satunya adalah nilai-nilai kearifan lokal yang masih di pertahankan hingga kini.


Kabupaten Bima terdapat 18 kecamatan yang terdiri dari 191 desa, dengan jumlah penduduk menurut data BPS tahun 2020 sebanyak 532,677 jiwa. Ini pula memiliki ciri khas dan keanekaragaman kebudayaan masing-masing. Namun dalam fakta kehidupan masyarakat memang tidak terlepas dari adanya pengangguran (employment), ketimpangan sosial (inquality), konflik sosial dan lain-lain. Hal ini kita tahu bahwa menjadi masalah-masalah yang harus dihadapi bersama dan sekiranya tidak menjadi tanggung jawab bagi pemerintah daerah saja, tetapi di perlukan kerja kolektif antara semua pihak.


Daerah Kabupaten/ Kota tidak akan mungkin maju apabila seluruh stake holder di dalamnya tidak saling bekerjasama. Dengan dibangunnya spirit gotong royong, sejatinya akan dapat meningkatkan kualitas mutu dari pembangunan desa. Nah, dengan begitu pembangunan di desa akan sangat mudah diejawantahkan dalam bentuk sikap dan perilaku kita semua. Tetapi yang tidak boleh dilupakan dari pembangunan desa adalah pengelolaan anggaran yang transparantif, akuntabilitas dan memiliki dampak yang bisa dirasakan oleh masyarakat sendiri, bukan untuk segelintir orang-orang saja.


Dalam diskursus ekonomi pembangunan, bahwa konsekuensi logis dari adanya pembangunan itu dapat membuka lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan daerah, peningkatan taraf hidup, hingga tersedianya fasilitas-fasilitas yang di perlukan untuk kebutuhan masyarakat. Kendati ini menjadi cerminan dari adanya siklus pembangunan yang terjadi. Pembanguan yang sekiranya dapat meningkatkan kesejahteraan desa yaitu pembangunan desa berkelanjutan (sustainable village) yang berorientasi pada penyediaan pangan nasional dengan mempertahankan kualitas alaminya.


Untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dapat dilakukan dengan menciptakan desa yang mandiri, melalui peningkatan kreativitas masyarakat desa. Artinya yang utama adalah penciptaan manusia yang unggul dalam mewujudkan pembangunan untuk kemajuan. Desa yang mandiri sekiranya memiliki penghasilan sendiri, melalui tata kelola dari segala macam sesuatu yang berada di desa. Gagasan desa yang unggul sekiranya dapat menciptakan keunikan yang khas daripada desa-desa lain. Itulah mengapa diperlukan kemandirian desa dalam mentransformasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang kian tiada henti-hentinya.


Sebagai contoh beberapa desa-desa yang unggul di Indonesia adalah Desa Pujon Kidul (Kabupaten Malang) yang pada tahun 2020 mampu menyumbang PADes sebesar 1,4 miliar dari pembangunan caffe sawah dan mampu mempekerjakan masyarakat desa sebanyak 136 orang. Kemudian Desa Ponggok (Klaten), yang berhasil mengubah citra desanya dari tertinggal menjadi maju dan berkembang pesat. Pada tahun 2017 pendapatan desa Ponggok mencapai 14, 2 miliar dan berhasil mendatangkan 40.000 pengujung di setiap bulannya. Selanjutnya Desa Pentingsari (Yogyakarta), yang pada tahun 2018 berhasil menyumbang PADes sebesar 150 - 200 juta/ bulannya.


Desa-desa tersebut adalah desa yang menggunakan pendekatan pembangunan berkelanjutan (sustainable village) yang berbasis wisata. Hal ini sesungguhnya yang dapat memberikan multiplier effect terhadap peningkatan pendapatan desa, pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran di daerah-daerah tersebut.

 

Turbulensi Desa Berbasis Wisata di Kabupaten Bima

Kabupaten Bima sesungguhnya memiliki potensi yang sama dengan desa-desa kategori unggul yang lain. Hal ini disebabkan oleh adanya kewenangan dari segi undang-undang yang sudah berlaku tentang UU Desa No.6 tahun 2014, yang menjadi rujukan dalam pembangunan desa, penata dan tata kelola, pemberdayaan, pembinaan, dan pembangunan wilayah pedesaan yang terintegrasi serta berkelanjutan menuju desa yang kuat, mandiri, demokratis, sejahtera yang berkeadilan.


Desa wisata di kabupaten Bima sejatinya sudah ada sejak lama, salah satunya Desa Maria di Kecamatan Wawo yang memiliki ciri khas keunikan dari sisi kebudayaan adat Bima yaitu Uma Lengge dan sekarang menjadi cagar budaya bagi masyarakat Kabupaten Bima. Kemudian ada desa tradisional lain dan berpotensi dijadikan sebagai desa Destinasi wisata kebudayaan, seperti desa Piong Kecamatan Sanggar, Sambori Kecamatan Lambitu, Soro Kecamatan Lambu, Panda Kecamatan Palibelo dan Desa Tolotangga Kecamatan Monta. Serta masih banyak desa wisata pinggiran pantai yang lain.


Jika dilihat dari sisi pendekatan ekonomi, maka kategori desa-desa yang berada di kabupaten Bima saat ini masih sulit bersaing dengan desa-desa kategori unggul yang lain. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan desa (PADes) yang masih minim, peningkatan kualitas indeks pembangunan manusianya dan taraf kebutuhan hidup masyarakat di Kabupaten Bima. Lalu apa yang menjadi penyebab dari hal demikian? Dalam hemat pandangan saya adalah kurang meningkatnya pengelolaan terhadap karikatur keunikan kebudayaan daerah dan kurangnya menitikberatkan pada nilai kebermanfaatan ekonomis dari pembangunan-pembangunan yang sudah ada. Seperti dengan adanya tempat destinasi wisata kebudayaan tidak dijadikan sebagai support sistem terhadap pendapatan desa.


Dapat dilihat dari banyak hal yang terjadi di Kabupaten Bima kebanyakan desa hanya mengandalkan pendapatannya dari sektor pertanian dan perkebunan semata, tetapi kurang di sektor pariwisata dan pemanfaatan nilai ekonomis dari sisi kebudayaan yang ada. Sehingga hal ini sulit untuk mendatangkan pengunjung/ wisatawan domestik maupun asing. Padahal di dibeberapa desa yang kategori unggul itu, mendapatkan pemasukkan finansial lebih banyak dari luar daerah di bandingkan masyarakat lokal sendiri.


Yang menjadi spirit bersama adalah diperlukan suatu pemerintahan yang tidak hanya melaksanakan fungsi pelayanan, tetapi juga pengelolaan untuk pemanfaatan sumber daya alam yang di miliki oleh wilayah tersebut. Dengan demikian segala macam permasalahan yang timbul dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya demi kesejahteraan masyarakat.


Lalu bagaimana kita mampu menerapkan sistem yang memformulasikan Desa Berbasis Wisata yang unggul. Sesungguhnya ada banyak hal yang perlu dilakukan dan di tuangkan melalui gagasan, namun disini saya ingin menggambarkan satu konsep yang disebut sebagai Community Based Tourism (CBT) yang merupakan konsep pembangunan destinasi wisata melalui pemberdayaan masyarakat lokal, dimana masyarakat turut andil dalam proses perencanaan, pengelolaan, dan penyampaian pendapat.


Dalam merintis pembangunan Community Based Tourism (CBT) desa berbasis wisata yang di perlukan adalah:

1.     1. Kesepakatan Bersama;

2.     2. Melihat potensi desa;

3.     3. Merencanakan berbagai macam yang menjadi potensi pengelolaan desa;

4.     4. Pemerintah Desa menyiapkan kelompok kerja yang melalui proses pendampingan dari aparat desa;

5.     5. Membuat Visi Misi, rancangan kerja dan regulasi;

6.     6. Mempersiapkan konsultan yang kompeten di desa tersebut/ diluar;

7.     7. Penyusunan paket pemasaran wisata;

8.     8. Menjalin mitra dengan pihak-pihak yang ingin berkolaborasi (swasta);

9.     9. Pembentukan inovasi baru dan evaluasi terhadap pengelolaan desa.


Kita tahu bahwa dengan Anggaran Dana Desa (ADD) dalam RAPBN di tahun 2023 ini sebesar Rp 70 triliun, jumlah ini meningkat dari tahun 2022 yang angkanya sebesar Rp 67,9 triliun.  Anggaran ini memang tidak hanya difokuskan pada satu titik, melainkan ditujukan untuk mengatasi permasalahan stunting, pengembangan ekonomi desa, pelaksanaan padat karya tunai dan penanganan bencana.


Dengan adanya ADD yang setiap tahunnya mengalami peningkatan, maka sejatinya dapat memberikan cikal bakal pengelolaan pembangunan, penyediaan dan pengembangan desa wisata yang dilakukan oleh pihak pemerintah desa dan masyarakat setempat dalam mewujudkan desa yang unggul dan berpenghasilan untuk kesejahteraan masyarakat.*


Penulis 

Afdal Aulad, M.E.


Editor 

M/N      

×
Berita Terbaru Update