Aliansi mahasiswa peduli keadilan melakukan aksi demonstrasi (dok. istimewa) |
Narasi Indonesia.com, MATARAM-Aliansi Mahasiswa Peduli
Keadilan melakukan aksi demonstrasi di UIN Mataram, pada Selasa (19/9/2023).
Yudi Saputra selaku Korlap menegaskan bahwa aksi ini tidak
atas interupsi dari oknum pejabat manapun bahkan aksi ini bukan untuk
kepentingan materi pribadi manapun.
Lebih lanjut ia menyampaikan aksi ini merupakan representasi
dari Nilai idealisme nya seorang mahasiswa yang sifatnya pengotrol dan pengendali
keadaan.
Dimana Hal ini dijamin oleh Konstitusi pada Pasal 28 UUD
1945 dan lebih lanjut diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Demonstrasi merupakan salah satu bentuk
penyampaian pendapat di muka umum secara massal.
Kemudian berangkat dari itu, ada indikasi ekslusifitas
lembaga UINMA yang tentu bertolak belakang dengan Undang-Undang No. 14 tahun
2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Serta adanya temuan di perpustakaan yang menyalahi UU No. 25
tahun 2009 tentang pelayanan publik.
Dan tentang pengadaan barang dan jasa yang terkesan tidak
transparan dan patut diduga ada penyelewengan anggaran untuk alokasi
pembangunan setiap tahun, salah satu contohnya pihak perpustakaan yang tidak
melakukan transparansi untuk anggara pengadaan buku pertahunnya yang ndak jelas
alokasikan kemana, ini ada indikasi yang negatif sehingga kami mahasiswa turun
aksi. Dan masih banyak lagi tindakan-tindakan yang melenceng dari konstitusi.
Dimana dibuktikan dengan banyaknya fasilitas kampus yang
tidak sesuai harapan dan itu menyalahi Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 12
Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018
tentang Pengadaan barang dan jasa.
Dimana harus dipertanyakan daftar isian Pelaksana Anggaran
disingkat dengan DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh
Pengguna Anggaran / Kuasa Pengguna Anggaran dan di sahkan oleh Direktur
Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum.
Dan patut diduga tidak ada transparansi terkait hal itu.
Maka keterlibatan sema dipertanyakan sebagai DPR mahasiswa yang tidak pernah
dilibatkan.
Sekarang apa iya kita sebagai pemikir yang mempunyai
rasionalitas tinggi terhadap ke tidak adilan akan diam saja.
Belum lagi adanya isu pelecehan seksual di kampus putih
UINMA hal ini tentu melanggar Pengaturan hak-hak korban kekerasan seksual dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU
TPKS).
Sedangkan itu tidak dilakukan, korban justru dibiarkan begitu saja dan oknum dosen tidak ditindak secara hukum. Maka kita harus segera mengambil keputusan.
Dari Hal yang disampaikan di atas maka kami akan merapat ke Ombudsman/inspektorat/BPK
guna menindak lanjuti temuan di lapangan.*
(y/NI)