Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Cawe-Cawe Politik di Tubuh HMI

Minggu, 01 Oktober 2023 | Oktober 01, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-10-02T03:24:25Z

Penulis Arjuanto Ketua HMI Komisariat Bintang UIN Mataram (dok. istimewa)

Narasi Indonesia.com, MATARAM NTB-Pergolakan politik elit kuasa mempengaruhi kaderisasi organisasi-organisasi sebagai wadah pengembangan generasi peradaban bangsa. Hal ini juga berdampak pada organisasi HMI yang semulanya mengandalkan ide sebagai jalan ideal bagi kemajuan organisasi, berpindah menjadi praktisi-praktisi dengan mengandalkan lobi-lobi politik sebagai kunci keberhasilan organisasi. 


Umumnya interaksi antara kader HMI dari generasi ke- generasi salah satu usahanya dengan metode "transfer of knowledge" tidak lagi diandalkan dalam menjawab  problematika peradaban ditengah iklim pengetahuan yang semakin kompleksitas: baik itu di tingkat cabang maupun komisariat, namun lebih pada pembahasan politik praktis  dari pada mensponsori gagasan. 


Alhasil peta perkaderan dan perjuangan HMI dengan segala doktrin manajemen, leadership, keislaman, kehmian, dan keindonesiaan tersingkirkan oleh budaya-budaya politik. Apalagi kita memasuki momentum politik. Tidak menutup kemungkinan cawe-cawe politik di tiap komisariat maupun cabang adalah kelaziman. Akibatnya, komisariat dan cabang tidak lagi membangun diskursus pengetahuan mulai dari neoklasik sampai isu-isu kontemporer. 


Ini menunjukan intelegensi kader tidak lagi dipentingkan, lebih pada melegitimasi alur politik dan tukar tambah jabatan didalam tubuh HMI. Sangat disayangkan, integritas sebagai dasar investasi organisasi berubah menjadi interaksi politik, yang umumnya zalim menjadi lazim.



secara integratif konsep Iman, Ilmu dan Amal sebagai cara kerjanya, dimana semua bersinergi dan berintegrasi satu sama lain dalam keseimbangan intelegensi individu kader — dimana indepedensi: kader dan organisasi sebagai pengejawantahan dalam integritas kader sebagai upaya memberikan kontribusi bagi bangsa berupa ide maupun gagasan produktif terabaikan. 


Diskursus mengenai ilmu dan pengetahuan ternyata tidak lagi dibangun dalam menafsirkan tujuan HMI. Dimana kader seharusnya diajarkan untuk berinteraksi dengan ilmu dan pengetahuan. Tetapi kini menjelma menjadi instrumen (alat politik) upaya membentuk basis masa. Tidak menjadi sangat urgensi upaya pembentukan individu kader sebagai insan pembaharu, melainkan lebih pada menyusun partikel-partikel dalam membentuk skema politik yang kolot. Akibatnya, pengkaderan mengalami pasang stagnanisasi di tingkat komisariat maupun cabang.



Pada akhirnya HMI adalah sebuah organisasi poltik yang dimana kader dipaksa mengikuti skema yang sudah ditentukan.  Seyogianya, HMI sebagai penunjang dalam menjawab tantangan jaman, bukan lagi menjadi harapan prioritas melainkan HMI kini lebih memilih atau mensponsori kemenangan politik nantinya. Alih-alih legitimisasi jalannya organisasi, dan pada kenyataannya kader dijadikan sebagai kayu bakar untuk meraih kepuasan politik. 


Ke depannya, mungkin kita tidak lagi melihat dan kembali kepada basic, back to basic; dengan menjaga sistem perkaderan dari intervensi, dan mengawal proses pendidikan kader menjadi insan ulil albab, namun kita akan menemukan transaksi jabatan dalam melegitimasi alur politik praktis.*


Penulis:

Arjuanto (Ketua HMI Komisariat Bintang UIN Mataram) 


Editor:

(m/NI)

×
Berita Terbaru Update