Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Presiden Joe Biden (dok. istimewa) |
Narasi
Indonesia.com, JAKARTA-Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini melakukan
pertemuan bilateral dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden.
Dalam
pertemuan tersebut, Jokowi menyisipkan pesan yang merupakan hasil resolusi
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
dan Liga Arab yang menyerukan gencatan senjata di Gaza, Palestina.
Pengamat
hubungan internasional Central China Normal University (CCNU) Tiongkok
Syaifuddin Zuhri, menilai dinamika politik dalam negeri AS membuat peluang
Jokowi untuk melobi gencatan senjata di Gaza sulit terpenuhi.
Meskipun
desakan tersebut tidak langsung mengubah sikap Biden, ia melihat bahwa
setidaknya masih ada kemungkinan pihak Amerika Serikat membuat pertimbangan
baru.
"Mungkin
itu bisa saja tidak merubah sikap Biden, tapi mungkin sedikit banyak dia
mempertimbangkan, walau kaum lobi Yahudi sangat kuat di pusaran
Washington," urai dia kepada NU Online, pada Rabu (15/11/2023), dikutip
pada laman resmi NU.or.id.
Ia
memandang, aksi solidaritas untuk Palestina yang digencarkan oleh warga AS
sendiri dinilai dapat merambah kepada perubahan arah kebijakan pemerintah AS.
"Opini-opini
dari publik di Amerika itu juga mempengaruhi Amerika Serikat dalam pengambilan
kebijakan oleh pemerintah," tuturnya.
Meskipun
belum jelas kapan Presiden Biden akan mengubah kebijakannya terkait Israel, ia
menilai tekanan publik di Amerika mendorong pemerintah untuk mengambil sikap
yang lebih lunak, terutama dalam konteks membuka jeda kemanusiaan.
"Minimal
untuk jeda kemanusiaan. Mereka lebih menekan Israel untuk minimal bisa membuka
jeda kemanusiaan," tuturnya.
Dalam
melihat sikap Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, Zuhri menyoroti
bahwa Netanyahu tidak hanya dipengaruhi oleh desakan internasional, tetapi juga
oleh politik domestik di Israel, terutama dengan dukungan dari barisan
ultranasionalis. Netanyahu dinilai bersikeras untuk tidak bergeming dan tetap
melanjutkan aksinya.
"Sikap
Netanyahu bersikukuh tidak bergeming dengan upaya dari Biden dan negara Eropa
yang awalnya mendukung dia seperti Inggris dan Prancis untuk melakukan gencatan
senjata. Dia bersikukuh untuk terus melakukan aksinya," ucapnya.
Meskipun
demikian, ia optimis bahwa desakan dari negara-negara besar, termasuk potensi
kekuatan dari luar seperti Iran, dapat membuat Netanyahu setidaknya
mengakomodasi jeda kemanusiaan dalam waktu tertentu.
"Misalnya
lewat Iran kemarin yang mengusulkan embargo minyak ke Israel. Lambat laun
dengan kemungkinan seperti ini, Netanyahu akan mengurangi minimal mengakomodasi
jeda kemanusiaan beberapa waktu," pungkasnya.*