Penulis, Arief Rachman (dok. istimewa) |
Narasi Indonesia.com, BIMA NTB-Pemilu
2019 telah memberikan kita gambaran bahwa masyarakat Kelurahan Rabangodu
Selatan punya banyak aset sumber daya manusia, entah itu tim market politik untuk calon mana saja dan berhasil memenangkannya, bahkan yang mencalonkan diri
juga ada. Jumlahnya lebih dari 4 untuk Caleg DPRD Kota Bima dan belum lagi yang mencalonkan diri di tingkat Provinsi lebih kurang 1 hingga 2 orang.
Benar
adanya, di tahun 2019 ada orang Rabangodu Selatan yang berhasil mendapatkan
kursi di DPRD Kota Bima, tapi itu bukanlah suara keterwakilan penuh (Nilai
Solidaritas Tanpa Mata Uang) dari masyarakat Kelurahan Rabangodu Selatan.
Bayangkan warga asli Rabangodu Selatan yang mendapatkan kursi tersebut, hanya
mendapatkan perolehan suara yang tidak lebih berkisar di angka ±500 suara.
Padahal jelas, Rabangodu Selatan yang seharusnya menjadi daerah basis.
Hal
itu, membuat Rabangodu Selatan gagal lagi untuk mensolidkan dirinya
mengantarkan keterwakilan (keterwakilan yang dimaksudkan tidak sekedar fisik
tapi juga secara ide, lain karena pengakuan wara dou Rabangodu Selatan ma ndadi
dewan mpoa) Padahal jelas dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang cukup,
(Tahun 2019 yang berkisar diangka ± 2.700) seyogyanya kita dapat memenuhi kuota
dan menghantarkan dua bahkan tiga Caleg tingkat Kota dan satu Caleg tingkat
Provinsi yang memenuhi standar ideal keterwakilan.
Bukan
sekedar sudah ada Caleg dari Rabangodu Selatan dan ada yang menang. Tapi nilai
solidaritas yang tinggi, penekanan nilainya ada pada point tersebut. Mari
melirik sejarah tersebut dan bayangkan secara seksama. Fakta yang pertama ialah
dengan jumlah DPT di tahun 2019 yang berkisar ± 2.700. Dan caleg Rabangodu
Selatan yang berhasil duduk/menang hanya mendapat suara ±500. Artinya ada 2.000
atau 1.500 atau kita perkecil lagi 1.000 suara lagi kemana?
Ini
menggambarkan anomali, kelemahan nilai solidaritas. Apa yang terjadi? Rabangodu
Selatan saling menghardik, saling sikat dan menyikut antar sesama caleg pribumi
asli Rabangodu Selatan. Memperlihatkan sikap egosentris dan keangkuhan tanpa
adanya rasa legowo dan lebih pada mementingkan kepentingan pribadi
mengakibatkan kita gagal memanfaatkan sumber daya manusia yang ada. Miris ini
memang! Krisis kesadaran politik itu fakta!.
Untuk
itu, perlu kiranya kita Rabangodu Selatan memahami dan memantapkan diri. Pileg
2024 kali ini, merupakan waktu yang tepat untuk kita semua guna menumbuhkan
nilai solidaritas yang tinggi.
INILAH SAATNYA, INILAH WAKTU YANG TEPAT!
"Kekeliruan 2019 Tidak Untuk Diulangi Kembali”
Dengan
jumlah DPT Rabangodu Selatan di tahun 2024 ini ialah ±2.850 sekian. Sudah
saatnya kita memetakan kepentingan kelurahan Rabangodu Selatan dalam satu frame
pandangan politik. Pertama Kita Butuh Keterwakilan, Kedua Keterwakilan bukan
Keterwakilan yang abal-abal. Ketiga kita butuh solidaritas, Keempat
Solidaritas, Kelima Solidaritas, terakhir tetap Solidaritas.
Artinya,
DPT ±2.850 tersebut, Nggahi Mbojo na Ain toip wara dou ma ka iha nilai asas
solidaritas, semisal wara dua dou na dou Rabangodu Selatan ma calon DPR. Ndawi
komitmen bagi dua suara masing-masing mengantongi minimal 1.000 suara, wi'impa
500 lebih suara sisana ru'u ma wara keluarga na ma caleq ta ari dou rasa. Atau
watisih ndedena ain kapenti dou ta ari rasa, (semisalnya dou ta dei rasa
Rabangodu Selatan dan dou ta ari rasa sama-sama mpa bagi sembako atau mbei
bantuan, nilai na sama, tahompa kasabua nggahi caki dou ta dei rasa).
Apalagi
semua itu didukung dengan kondisi, di tahun 2024 kali ini para orang-orang hebat
Rabangodu Selatan yang mencalegkan diri berbeda partai politik pengusung antar
satu sama lainnya.
Na
ncoki nggahi dou? Tidak ada yang tidak bisa jika semua di awali dengan niatan
yang baik, diskursus antar tokoh pemuka muda dan tua, agama dan sosial, semasih
ada waktu yang tersisa. Kenapa itu penting? Karena ini daerah basis,
karena demikian kita hadirkan keseriusan keterwakilan tio dana ro rasa ndai, menghindari
dewan ‘saya bisa duduk bukan karena suara basis, tapi karena suara sayap,
suara saya diluar Rabangodu Selatan lebih banyak'.
Keseriusan
Keterwakilan (Pertimbangan Lingkungan dan Geografis) Fakta pertama,
mereka lahir dan hidup di Rabangodu Selatan, otomatis mereka akan kembali dan
berjuang atas nama Rabangodu Selatan. Nilai Maja Labo Dahu akan selalu terpatri
dalam kehidupan mereka ketika besok telah berhasil mendapatkan kursi
Legislatif. Tugas dan Fungsi
Sebagai Keterwakilan (Ide dan Fisik) Fakta Kedua, Karena lahir dan hidup di
Rabangodu Selatan, mereka tau apa dan bagaimana cara kita, masyarakat Rabangodu
Selatan hidup.
Cukup
dengan dua jawaban saja kita dapat mengartikan, yang pada akhirnya orang-orang
yang kita berikan kepercayaan lewat pencoblosan calon legislatif tersebut
sangatlah penting memahami desain manajemen krisis/Analisis SWOT : Tahu
masalah, tahu potensi dan tahu cara memanfaatkan hingga mengendalikan sumber
daya yang ada.
Oleh
sebab itu, sebagai anak dari Rabangodu Selatan penulis memimpikan 2024 kita
punya sifat kedermawanan, bermartabat, rasa dan jiwa saling menghormati,
menghargai antar satu sama lain, hingga menjauhkan diri dari tabiat crab
mentality.
Nah,
perilaku kepiting dalam ember ini dianalogikan seperti pola perilaku manusia
yang disebut dengan crab mentality. Crab mentality atau mentalitas kepiting
merupakan pola perilaku dimana seseorang mencoba untuk menjatuhkan orang lain
yang lebih baik dari mereka. (Kepiting dalam bahasa bima, mbojo nya ialah Keu.
"Lengana, ma nee teka na rabi ca'awa kandiha mboda wea").
Filosofi
kepiting dalam ember ini tentunya menghasilkan hubungan yang tidak sehat dan
tidak menguntungkan pihak mana pun. Memang ada kemungkinan orang yang
melakukannya akan mendapatkan untung, tetapi apa yang dilakukannya tidak
memiliki jaminan akan bertahan lama. Hal ini dikarenakan apa yang ingin
dilakukan didasari dengan niatan yang tidak baik.
Ketakutan
akan kekalahan, malu jika merasa sendirian, tuntutan dari pengharapan
orang-orang, harga diri yang rendah, perasaan iri akan pencapaian, gengsi akan
kegagalan, menjadi beberapa faktor penyebab terjadinya teori kepiting dalam
ember. Hingga apa yang dihasilkan karena hal ini pun tidak murni karena ingin
mencapai keberhasilan, tetapi dikarenakan ingin menjatuhkan lawan. Ironinya,
tak melulu tentang lawan, tetapi juga kawan.
Mari
sejenak kita saling bermuhasabah, merenungi. Dengan sumber daya yang ada. Kita
Wujudkan Rabangodu Selatan Dari Rapuh Menjadi Solid: Mencapai Kekokohan Dalam
Design Politik (Design Politik ialah Ideopolstratak, bahasa yang saya Sederhana
kan agar semua dapat memahaminya).
Rabangodu Selatan Dari Rapuh Menjadi Solid
“Mencapai Kekokohan Dalam Design Politik”
1.
Menavigasikan perjalanan dari design politik dari rapuh ke desain yang solid.
Menavigasikan
perjalanan dari design politik rapuh ke desain solid. Jalur dari rapuh menuju
solid adalah perjalanan transformatif yang ditandai dengan serangkaian
keputusan bijaksana, penyempurnaan terus-menerus, dan upaya keras untuk
mencapai ketahanan. Rancangan yang kokoh adalah keadaan harmonis di mana suatu
keterwakilan/Produk atau sistem tidak hanya menjalankan fungsi yang diharapkan
dengan sempurna namun juga mampu menghadapi tantangan yang tidak terduga,
sehingga menunjukkan ketahanan dan umur panjang. Mencapai tingkat soliditas
dalam desain politik bukanlah hal yang mudah, dan memerlukan pendekatan
sosio-politik-ekonomi holistik yang mencakup berbagai perspektif dan prinsip.
Mari selidiki seluk-beluk perjalanan ini dan jelajahi wawasan dari berbagai
sudut pandang.
2.
Meyakini Kekokohan dalam Desain Politik Sangatlah Penting.
Dalam
bidang desain politik yang rumit, pentingnya kekokohan tidak bisa
dilebih-lebihkan. Ia berfungsi sebagai tulang punggung, pahlawan tanpa tanda
jasa yang mengubah kerapuhan menjadi soliditas. Desain yang kuat adalah kunci
utama yang memastikan kemampuan sebuah Ideopolstratak untuk bertahan menghadapi
tantangan tak terduga yang menghadangnya. Dari sudut pandang fungsionalitas,
ketahanan adalah perisai terhadap keausan waktu dan sifat kekuatan eksternal
yang berubah-ubah. Ini adalah kunci ketahanan, sebuah polis asuransi untuk
keefektifan desain politik yang bertahan lama.*
Penulis:
Arief Rachman (Pemuda Rabangodu Selatan)
Editor:
(m/NI)