Penulis, Imamuddin (dok. istimewa) |
Ungkapan tersebut merupakan teguran
memalukan bagi mahasiswa dengan jumlah mahasiswa sebanyak 9,32 juta orang pada
2022. Jumlah itu naik 4,02% dibandingkan pada tahun sebelumnya sebanyak 8,96
juta orang. Belum di tambah dengan jumlah mahasiswa baru di tahun ajaran 2023 –
2024 ini.
Secara paradigma, mahasiswa merupakan
salah satu untuk masyarakat yang memilki potensi perubahan bangsa. Hal ini
menyebabkan mahasiswa tidak hanya memposisikan diri sebagai penempuh mata
kuliah di ruang kelas saja. Akan tetapi mahasiswa meiliki tugas atau peran
sebagai orang yang bertindak sebagai katalisator dan mengelola perubahan yang
terjadi dan sebagi kelompok yang mempunyai tanggung jawab sebagai pengontrol
kehidupan sosial. Mahasiswa diharapkan bisa memberikan pembinaan norma pada
individu tertentu guna menciptakan kesejahteraan dan keamanan di lingkunan
masyarakat. Denagn memiliki potensi sebagai kaum intelektual yaitu; mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia
tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat
menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Didasari bahwa mahasiswa itu
merupakan aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan.
Lalu,
bagaimana kabar mahasiswa sekarang….???
Walau
materi kuliah diajarkan dengan buruk, dosen mengajar tanpa militansi dan tata
tertib yang kian keji. Tapi kampus tetaplah sebuah pintu menuju petualangan –
Eko Prasetyo
Kalimat di atas adalah sebuah ungkapan yang disampaikan oleh salah satu aktivis sekaligus dosen dalam catatan kritis
yang ditulis dibuku “Bangkitlah Gerakan Mahasiswa”. Untuk menjawabnya hanya cukup merefleksikan diri dalam aktivitas
kita sebagai mahasiswa.
Sedangkan berbicara mengenai literasi.
Menjadi sebuah kewajiban mahasiswa dalam menepatkan diri sebagai kaum aktivis
atau intelektual. Kalimat intelektual sudah sering kita dengar di kalangan
penbicaraan mahasiswa.
Kebiasaan tersebut merupakan bentuk
aktivitas bagi mahasiswa dalam mengambang semua kapasitas sebagai kaum
intelektual. Menurut Aristoteles kata “Intelektual”
bisa dispesifik menjadi “Intelek”
dan “tual”. Intelek atau akal budi ke
dalam dua bagian yakni pasif dan aktif, yang pasif menerima sedangkan yang
aktif mengelola.
Yang artinya, paradigma yang terjadi di ruang kelas adalah sebuah bahan yang kita terima dengan kemampuan untuk
mengelola kedalam ruang lingkung internal maupun eksternal. Yang dimaksud adalah
mahasiswa dengan mekanisme yang terjadi di kampus merupakan sebuah acuan atau
bahan yang dikemudian hari dikelola oleh ketajaman berfikir, keberanian dan
kesosialan.
Lalu,
apakah perlu mahasiswa ber-literasi…??
Kalimat literasi sudah masuk bagian dari
mahasiswa, orientasi dari mahasiswa tidak hanya dalam bentuk sebagai sistem yang
dikelolah oleh instansi atau lembaga melainkan sebuah representasi untuk bangsa
dan negara.
Literasi merupakan kemampuan membaca dan
menulis, keahlian secara kognitif sudah tertanam di mahasiswa. Secara kognitif
dengan kriteria yang Higher Order
Thinking Skills (HOTS) adalah kecerdasan tingkat tinggi yang dapat mendorong untuk berfikir secra
radikal dan mendalami tentang segala sesuatu.
Lalu apakah mahasiswa perlu untuk membaca
dan menulis. Pentingnya membaca bagi
mahasiswa antara lain dapat (a) menambah wawasan, (b) menambah ilmu
pengetahuan, (c) menambah kosakata, dan (d) tentu saja menambah semangat
perjuangan dalam menganalisis sebuah permasalahan yang terjadi. Bagi insan akademik,
kebiasaan menulis sangat diperlukan untuk penyelesaian tugas – tugas, sebagai
bukti bahwa mahasiswa adalah agen perubahan, melatih berpikir kritis, proses
sistematis dalam menyampaikan gagasan, dan sebagai personal branding.
Problematika yang terjadi sekarang apakah
perlu untuk membangun kesadaran untuk mahasiswa dengan koridor sebagai
representasi dari masyarakat. Perlu kita sadari bahwa betapa besar harapan
masyarakat terhadap mahasiswa dengan penuh harapan yang luas untuk kesejahteraan
dan kemakmuran bangsa ini. Upaya dalam membangun literasi sangatlah penting
diawali kesadaran diri sebagai mahasiswa. Strategi dalam membangun kesadaran
harus memerlukan ke pemahaman dalam menafsirkan diri sebagai mahasiswa, upaya
yang akan dihasilkan adalah sebuah keajaiban intelektual, fenomena, dan
pengalaman.
Menyingung, terkait kecakapan intelektual
mahasiswa sendiri memiliki sebuah unsur gerakan. Mahasiswa dikenal sebagai
basis gerakan (organisasi mahasiswa) dalam menyongsong atau melawan ketidak adilan dan ketimpangan yang
terjadi di dalam negeri.
Maka dari itu pemahaman dan pengalaman
sangatlah penting bagi mahasiswa, melalui hal tersebut, kesadaran literasi atau
budaya literasi secara langsung dalam organisasi menjadi keausan atau keutamaan
bagai kaum organisatoris, melalui banyak aktivitas; kajian, diskusi,
pelatihan, pengabdian, dsb. yang sudah menjadi sebuah budaya organisasi. Panjang
lebar sebuah perjalan mahasiswa diukur dalam sebuah keberhasilan dalam
aktivitas membaca, menulis, diskusi dsb.*
Penulis:
Imamuddin
Editor: