Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Membangun Kesadaran Literasi Melalui Paradigma Mahasiswa

Minggu, 17 Maret 2024 | Maret 17, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-03-17T17:18:30Z

Penulis, Imamuddin (dok. istimewa)

Narasi Indonesia.com, MALANG-Mahasiswa merupakan rekonstruksi perubahan bangsa ini. Berbicara mengenai mahasiswa sangatlah luas dalam bentuk tafsiran. Secara umum mahasiswa diartikan sebagai sekolompok orang yang berproses dalam bidang akademik melalui jenjang strata. Sering kita lihat diberbagai instansi (kampus) mahasiswa menyibukkan diri sebagai kaum intelektual dengan basis strata belajar yang mahir. Sebelum kita jauh membahas literasi ada fakta menarik yaitu menurut UNESCO dan Kemenkominfo menjelaskan bila minat baca buku di Indonesia hanya di angka 0,001 persen. Dengan demikian, dari 1.000 orang hanya 1 orang yang gemar membaca buku.


Ungkapan tersebut merupakan teguran memalukan bagi mahasiswa dengan jumlah mahasiswa sebanyak 9,32 juta orang pada 2022. Jumlah itu naik 4,02% dibandingkan pada tahun sebelumnya sebanyak 8,96 juta orang. Belum di tambah dengan jumlah mahasiswa baru di tahun ajaran 2023 – 2024 ini.


Secara paradigma, mahasiswa merupakan salah satu untuk masyarakat yang memilki potensi perubahan bangsa. Hal ini menyebabkan mahasiswa tidak hanya memposisikan diri sebagai penempuh mata kuliah di ruang kelas saja. Akan tetapi mahasiswa meiliki tugas atau peran sebagai orang yang bertindak sebagai katalisator dan mengelola perubahan yang terjadi dan sebagi kelompok yang mempunyai tanggung jawab sebagai pengontrol kehidupan sosial. Mahasiswa diharapkan bisa memberikan pembinaan norma pada individu tertentu guna menciptakan kesejahteraan dan keamanan di lingkunan masyarakat. Denagn memiliki potensi sebagai kaum intelektual yaitu;  mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Didasari bahwa mahasiswa itu merupakan aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan.


Lalu, bagaimana kabar mahasiswa sekarang….???

Walau materi kuliah diajarkan dengan buruk, dosen mengajar tanpa militansi dan tata tertib yang kian keji. Tapi kampus tetaplah sebuah pintu menuju petualangan – Eko Prasetyo

Kalimat di atas adalah sebuah ungkapan yang disampaikan oleh salah satu aktivis sekaligus dosen dalam catatan kritis yang ditulis dibuku “Bangkitlah Gerakan Mahasiswa. Untuk menjawabnya hanya cukup merefleksikan diri dalam aktivitas kita sebagai mahasiswa.


Sedangkan berbicara mengenai literasi. Menjadi sebuah kewajiban mahasiswa dalam menepatkan diri sebagai kaum aktivis atau intelektual. Kalimat intelektual sudah sering kita dengar di kalangan penbicaraan mahasiswa.


Kebiasaan tersebut merupakan bentuk aktivitas bagi mahasiswa dalam mengambang semua kapasitas sebagai kaum intelektual. Menurut Aristoteles kata “Intelektual” bisa dispesifik menjadi “Intelek” dan “tual”. Intelek atau akal budi ke dalam dua bagian yakni pasif dan aktif, yang pasif menerima sedangkan yang aktif mengelola.


Yang artinya, paradigma yang terjadi di ruang kelas adalah sebuah bahan yang kita terima dengan kemampuan untuk mengelola kedalam ruang lingkung internal maupun eksternal. Yang dimaksud adalah mahasiswa dengan mekanisme yang terjadi di kampus merupakan sebuah acuan atau bahan yang dikemudian hari dikelola oleh ketajaman berfikir, keberanian dan kesosialan.


Lalu, apakah perlu mahasiswa ber-literasi…??

Kalimat literasi sudah masuk bagian dari mahasiswa, orientasi dari mahasiswa tidak hanya dalam bentuk sebagai sistem yang dikelolah oleh instansi atau lembaga melainkan sebuah representasi untuk bangsa dan negara.


Literasi merupakan kemampuan membaca dan menulis, keahlian secara kognitif sudah tertanam di mahasiswa. Secara kognitif dengan kriteria yang Higher Order Thinking Skills (HOTS) adalah kecerdasan tingkat tinggi  yang dapat mendorong untuk berfikir secra radikal dan mendalami tentang segala sesuatu.


Lalu apakah mahasiswa perlu untuk membaca dan menulis.  Pentingnya membaca bagi mahasiswa antara lain dapat (a) menambah wawasan, (b) menambah ilmu pengetahuan, (c) menambah kosakata, dan (d) tentu saja menambah semangat perjuangan dalam menganalisis sebuah permasalahan yang terjadi. Bagi insan akademik, kebiasaan menulis sangat diperlukan untuk penyelesaian tugas – tugas, sebagai bukti bahwa mahasiswa adalah agen perubahan, melatih berpikir kritis, proses sistematis dalam menyampaikan gagasan, dan sebagai personal branding.


Problematika yang terjadi sekarang apakah perlu untuk membangun kesadaran untuk mahasiswa dengan koridor sebagai representasi dari masyarakat. Perlu kita sadari bahwa betapa besar harapan masyarakat terhadap mahasiswa dengan penuh harapan yang luas untuk kesejahteraan dan kemakmuran bangsa ini. Upaya dalam membangun literasi sangatlah penting diawali kesadaran diri sebagai mahasiswa. Strategi dalam membangun kesadaran harus memerlukan ke pemahaman dalam menafsirkan diri sebagai mahasiswa, upaya yang akan dihasilkan adalah sebuah keajaiban intelektual, fenomena, dan pengalaman.


Menyingung, terkait kecakapan intelektual mahasiswa sendiri memiliki sebuah unsur gerakan. Mahasiswa dikenal sebagai basis gerakan (organisasi mahasiswa) dalam menyongsong atau  melawan ketidak adilan dan ketimpangan yang terjadi di dalam negeri.


Maka dari itu pemahaman dan pengalaman sangatlah penting bagi mahasiswa, melalui hal tersebut, kesadaran literasi atau budaya literasi secara langsung dalam organisasi menjadi keausan atau keutamaan bagai kaum organisatoris, melalui banyak aktivitas; kajian, diskusi, pelatihan, pengabdian, dsb. yang sudah menjadi sebuah budaya organisasi. Panjang lebar sebuah perjalan mahasiswa diukur dalam sebuah keberhasilan dalam aktivitas membaca, menulis, diskusi dsb.*


Penulis:

Imamuddin


Editor:

 (m/NI)

 

 

 

×
Berita Terbaru Update