Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Tambang dan Mudarat Ruang Hidup

Minggu, 24 Maret 2024 | Maret 24, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-03-25T06:18:04Z

M. Azwar Marsaoly pemerhati sosial dan budaya (dok. istimewa)

Narasi Indonesia.com, JAKARTA-Pemerhati sosial dan Budaya menyampaikan aktivitas pertambangan telah menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara. Namun, di balik potensi ekonominya, aktivitas tambang juga membawa dampak serius terhadap lingkungan dan keberlangsungan ruang hidup masyarakat, pada Minggu (24/03/2024).


Mulai dari kerusakan habitat, pencemaran lingkungan, hingga Kemiskinan. pertambangan memunculkan tantangan yang kompleks dalam upaya menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia dan perlindungan lingkungan.


M. Azwar Marsaoly menyampaikan memang  benar, bahwa masuknya tambang dapat membuka lapangan kerja yang sangat pesat, mengurangi pengangguran, pertumbuhan ekonomi akan semakin pesat, bahkan yang punya lahan kapling akan semakin kaya. 


Namun, semua itu bukan alasan yang kuat, dan ukuran untuk menerima perusahan tambang begitu saja. Kami yang berteriak menolak juga punya alasan yang rasional, bukan sekedar main menolak secara spontan. 


Berdasarkan fakta, dari pengalaman ke pengalaman, tambang itu hanya menguntungkan bagi pemodal, soal menguntungkan ke masyarakat itu memang ada untungnya, tetapi lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil yang diterima oleh pemodal, dan itu harus dibenarkan, karena memang cara berbisnisnya seperti itu faktanya.

Namun, yang disayangkan adalah dampak negatif-nya lebih besar, dibanding dengan positifnya. Dampak yang pertama, Generasi muda pasca lulus SMA pasti lebih memilih masuk tambang ketimbang mau kuliah, karena yang ada dipikiran mereka, lebih baik masuk tambang, dari pada kuliah hanya menghabiskan  uang, kuliah juga sama saja, pulang ke kampung tidak ada  kerja. Ini tanda bahwa ke depan kita akan semakin kurang SDM, karena yang dipikiran generasi muda saat ini, bukan ilmunya, tetapi uangnya.


Kedua, masih tentang pendidikan dan budaya; orang tua-tua yang dulu menjaga dan merawat budaya di kampung, semakin hari akan semakin digilas, bahkan akan hilang ditelan oleh lingkungan yang penuh dengan budaya-budaya baru dari luar. Ini bukan fiktif belaka, tetapi pernah terjadi  di Kab. Halmahera Tengah (Weda) saat momen maulid Nabi, ada yang menghina budaya cokaiba, dan memang itu orang dari luar, bukan anak kampung. Itu pertanda, bahwa budaya kita juga akan hilang karena tambang.


Ketiga, masih seputaran pengaruh lingkungan, tambang masuk itu sudah tentu pasti ada tempat-tempat hiburan yang akan disediakan untuk menjamu, hingga merayu para karyawan untuk menghilangkan rasa lelah dan menghabiskan uang hasil kerja para karyawan. 


Keempat, soal perempuan dan laki-laki, ini benar dan sudah pasti, karena di daerah-daerah tambang, sudah terjadi berulang-ulang kali, virus HIV tersebar dimana-mana, kasus pemerkosaan,  kasus kekerasan, perselingkuhan makin marak dan merajalela, hingga membuat rumah tanggah hancur sampai pada penceraian.


Kelima, soal laut, Nelayan yang dulu biasa mancing dengan jarak yang dekat sekarang semakin jauh, bukan sekedar jauh, ikannya juga sudah tentu tidak akan higenis dan cepat melek, di akibatkan adanya limbah tambang yang mengalir ke laut, ini sudah tentu nelayan akan semakin jauh mengejar ikannya.


Belum lagi harga BBM akan semakin mahal mengikuti perputaran ekonomi di daerah tambang. Ikan akan semakin mahal, biasanya dengan Rp10.000 Ribu, kini akan naik sampai Rp.50.000. per ekornya.


Keenam, Kerusakan ekologi.  Lihat saja jalan lintas Kec. Kota Maba ke Kec. Maba  yang sering longsor, semua itu karena ulah pengerukan  manusia di tambang. Kasus lain adalah Sungai Sagea yang dulu warnanya Jernih, sekarang menjadi sungai yang airnya paling kuning, padahal sungai ini sejak dulu hingga sekarang, dijadikan sumber air di kampung Desa Sagea. 


Apakah itu tidak cukup untuk jadi pelajaran buat kita? Belum lagi kita lihat, daerah Buli dan Martapura yang dulunya jalan-jalan kemana saja bebas tanpa masker pun aman. Sekarang, sudah jadi desa yang ramai, bagus, tetapi debu selalu bertebaran di emperan-emperan jalan hingga emperan rumah, Ini tanda bahwa hidup kita tidak akan sehat. Belum lagi kalau hujan yang deras sudah tentu pasti ada banjir yang disertakan dengan limbah tambang yang kuning.


Ketujuh, soal pertanian, jika memang wilayah operasi itu seperti gambar peta penyebaran lokasi operasi tambang  yang berkisaran 4.453 Hektar, sudah tentu tanaman-tanaman pala, kelapa, cengkeh, coklat, rambutan, bahkan tanaman bulanan lainnya juga pasti di babat habis. Akibatnya, masyarakat tidak bisa lagi bercocok tanam. Uang yang dibayar lahannya sudah tentu lama kelamaan pasti habis. 


Berkaca dari daerah  Miliarder di jawa, pada saat pembebasan lahan kilang minyak, semua sekampung membeli mobil dengan harga Miliaran, tapi pada akhirnya uang yang di bayar, lama ke lamaan habis, yang ada hanyalah penyesalan akibat sudah tidak ada penghasilan yang tetap di desa itu.


Berikutnya, kasus di pulai Gey Buli dan Pulau Gebe, dulu menjadi tempat yang penuh dengan keindahan alam, kini semuanya gundul bagai pulau yang tak berpenghuni, yang ada hanyalah bekas-bekas tambang yang tak terurus. 


Semua ini harus menjadi pengalaman, untuk  dijadikan bahan pikiran bagi generasi-generasi lanjutan. Jangan karena kepentingan sesaat, dan demi uang, kita mengabaikan kepentingan jangka panjang dan mengabaikan generasi-generasi berikut dan yang akan datang.  oleh karena itu, demi mengantisipasi ruang hidup yang lebih layak dan lebih sehat, juga mempersulit generasi-generasi berikutnya, kami ingin menegaskan beberapa poin penting sebagai berikut:


1. Mendesak Kepada pimpinan PT. Berkarya Bersama Halmahera agar secepatnya menarik kembali Permohonan Pengajuan Izin Usaha Pertambangan di Wilayah Maba Selatan dan Kec. Patani Timur.


2. Meminta kepada Plt. Gubernur Maluku Utara M. Ali Yasin agar menolak permohonan pengajuan izin usaha pertambangan dari PT. Berkarya Bersama Halmahera yang berlokasi di Halmahera Tengah dan Halmahera Timur. Khususnya di Kec. Maba Selatan dan Kec. Patani Timur.


3. Menghimbau dan meminta kepada seluruh masyarakat, baik Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Desa, Tokoh Adat (Sangaji), dan Elemen Pemuda yang ada di Wilayah Kec. Maba Selatan dan Kec. Patani Timur agar menolak segala bentuk kompensasi dari PT. Berkarya Bersama Halmahera demi memuluskan kepentingan Korporasi.*


(s/NI)

×
Berita Terbaru Update