Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Menuntun Arah Juang HMI Cabang Ternate, Bergerak atau Diam: Refleksi Milad HMI Cabang Ternate Ke-60

Kamis, 08 Agustus 2024 | Agustus 08, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-08-08T19:32:05Z


Narasi Indonesia.com, Jakarta - Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Ternate telah memasuki usia yang cukup tua, sejak Agustus tepatnya pada tanggal 15 di tahun 1964 pada pukul 16.00 HMI resmi berdiri di Ternate yang diprakasai langsung oleh Ayahanda Yusuf Abdurahman. Bukan usia yang belia ketika bicara soal HMI Cabang Ternate, yang kurang lebih berusia 60 tahun. Artinya bahwa HMI Cabang Ternate telah begitu banyak memberikan kontribusi terhadap pembangunan Maluku utara, khususnya Kota Ternate.


HMI yang masuk bersamaan dengan berdirinya Universitas Khairun, telah memberikan bukti kongkrit terhadap daerah ini. Oleh karena itu, tugas kader adalah menjaga marwa HMI dan mengawal proses pembangunan di daerah. Sebagai organisasi yang berdiri secara independent tanpa berbaur dengan partai poltik manapun merupakan sifat dasar HMI yang termaktub dalam  Pasal 6 AD HMI.


HMI Cabang Ternate telah berhasil memekarkan empat Cabang penuh dan satu Cabang persiapan, merupakan patron dari setiap cabang yang ada di Maluku Utara. Napak tilas perjalanan HMI Cabang Ternate dalam memproduksi kader-kader terbaik cukup lumayan banyak dalam menempati tempat-tempat strategis di Maluku Utara. HMI di mata Jendral Soedirman adalah Harapan Masyarakat Indonesia, namun tragisnya saat ini HMI kehilangan arah juangnya sebagai organisasi perjuangan. Bukan hal baru, juga bukan rahasia umum, kita telah membawa HMI jauh dari khittah perjuangan awal, perjuangan awal yang dimaksudkan adalah komitmen asasi awal HMI berdiri, yaitu “mempertahankan Negara Republik Indonesia serta mempertinggi derajat rakyat Indonesia, serta mengembangkan ajaran agama islam” adalah alasan mengapa HMI harus lahir.


Hampir sama dengan kondisi Maluku Utara, yang saat itu belum ada kampus, kehadiran HMI di Ternate bersamaan dengan berdirinya Universitas Khairun telah membuka mata kita, bagaimana tidak betapa urgennya kehadiran HMI saat itu. Melihat kondisi daerah, ketidakstabilan berbagai aturan, tingginya inflasi, maraknya kerusakan lingkungan, tumpang tindih nya berbagai IUP, pelelangan jabatan di pemprov, masifnya korupsi, rendahnya mutu pendidikan, di tambah dengan masalah sampah yang tak pernah selesai, membutuhkan tangan dan suara civil society seperti HMI untuk selalu mengawal problem daerah saat ini.


Kondisi HMI Cabang Ternate cukup memprihatinkan, tak ada bedanya dengan kondisi organisasi paguyuban, HMI tak lagi punya taring yang di takutkan oleh pemerintah ketika membuka suara, meneriakkan kondisi daerah. HMI semacam kehilangan arah juang dan khittah perjuangan dalam mengawal agenda keumatan dan kebangsaan. Padahal sebelumnya HMI sangat disegani dalam landscape pikiran maupun tindakan, entah kenapa masih menjadi pertanyaan untuk HMI Cabang Ternate.


Seharusnya diusia ke 60 tahun HMI Cabang Ternate, harus memberikan semacam formulasi pikiran dengan pendekatan kajian yang matang, untuk diberikan kepada pemerintah daerah. Toh kader HMI menyebar di berbagai jurusan, baik soal politik, hukum, ekonomi, dan pendidikan. Urgensinya mungkin adalah terlalu berlarut-larut mengurus konflik internal sehingga lupa menjalankan program kerja sebagai instrument perjuangan.


Di era yang serba terbuka ini, seharusnya HMI mampu mengambil peran untuk selalu eksis ditengah kondisi pos truth. Kondisi HMI cabang Ternate saat ini hampir sama ketika Agus Salim Situmpol menulis “44 Indikator Kemunduran HMI” diantaranya, Peringatan Dies Natalis HMI setiap tahun tidak semarak lagi dengan berbagai acara, seperti kegiatan ilmiah, pengabdian kepada masyarakat, kegiatan kesenian, pameran, bazar dan lain-lain, HMI tidak punya gagasan atau karya yang layak diketengahkan sebagai kontribusi untuk memecahkan berbagai problem yang muncul dalam masyarakat, Menurunnya peran HMI dalam gerakan-gerakan mahasiswa di tingkat regional maupun nasional dalam merespon berbagai tantangan, Program dibuat tanpa target,  HMI kehilangan strategi perjuangan, HMI terlalu banyak retorika daripada action,  HMI kurang mampu mencetak kader dan pengurus yang bertipe problem solving, dan lebih cenderung mencetak kader yang bertipe solidarity making, HMI banyak terlibat dalam kegiatan politik, sehingga banyak menyedot perhatian, tenaga, pikiran, bahkan dana, HMI sebagai mata rantai gerakan pembaharuan di Indonesia, akhir-akhir ini tidak menampakkan lagi pemikiran-pemikirannya yang cemerlang untuk melakukan pembaharuan dalam berbagai pemikiran.


Padahal sudah jelas HMI punya ideology perjuangan, yang telah digagas oleh Cak Nur, yaitu Nilai-Nilai Dasar Perjuangan. NDP merupakan ideology perjuangan yang dijadikan pisau analisis dalam menafsir persoalan keumatan dan kebangsaan saat ini. Kalau kita sebagai kader HMI cukup memahami NDP bukan hanya pada teks semata tetapi harus sesuai dengan konteks dan diaplikasikan dalam merumuskan arah juang HMI maka yakin sungguh HMI akan ditakuti serta disegani secara gagasan.


Interpretasi tentang HMI saat ini sebagai organisasi perjuangan yang menampung segala keluh kesah masyarakat telah membuat gep antara HMI dan masyarakat. Sebab HMI tak lagi mempersoalkan urgensi berbagai ketimpangan social. Sebagai organisasi yang people orentet, HMI seharusnya mampu mendistribusikan kader-kadernya sebagai “insan pencipta, pengabdi” demi mencapai tujuan bersama “yang diridhoi Allah SWT”.


Sebab kenapa, jelas HMI telah meletakkan tujuannya sebagai organisasi yang bernafaskan islam, HMI tak harus menjadi berbangga dengan symbol semata, tetapi harus “action” dalam merealisasikan tujuannya. Muncul pertanyaan besar mengapa HMI Cabang Ternate begini-begini saja? Inilah tugas mereka yang disebut sebagai kader. HMI memang mempunyai cara tersendiri dalam perjuangan, tak boleh heran ketika saat itu HMI dikatakan dekat dengan kekuasaan. Sebab yang dipakai adalah pikiran kader HMI, waktu itu HMI mampu merumuskan naskah-naskah akademik lewat kajian matang yang dijadikan bahan rekomendasi kepada pemerintah dalam membuat kebijakan, toh hari ini kader HMI sudah tak punya itu lagi.


HMI Cabang Ternate harus keluar dari kemelut yang profane demi menuju kearah yang lebih progress. Kader HMI Cabang Ternate harus mampu menjadi perisai untuk memberikan solusi, lewat berbagai latar belakang bidang ilmu pengetahuan kader HMI, sehingga pendistribusian kader sesuai dengan keahliannya masing-masing. Itulah bagi saya kurang dari kita sebagai orang pernah berhimpun di HMI.


Bagi saya HMI harus “Real Action” dimanapun dan kapanpun, bergerak melaju ke depan bukan cara HMI jika berdiam diri melihat berbagai persoalan di daerah, HMI harus terlihat gaga berani seperti Gatot kaca, yang digambarkan oleh Solichin dalam bukunya “HMI Candra Dimuka Mahasiswa” khususnya di Milad ke-60 tahun HMI Cabang Ternate, harus merefleksikan perjuangan para pendiri HMI di Ternate dan ketua-ketua umum HMI Cabang Ternate yang telah gugur di medan juang, dalam membawah HMI melawan berbagai tirani di daerah.*


Penulis:

Abdullah Karmadi/Anggota HMI


Editor:

(m/NI)


 

×
Berita Terbaru Update