Narasi Indonesia.com, Jakarta - Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengecam Israel dan serangannya di Jalur Gaza saat berpidato di Majelis Umum PBB. Ini merupakan kritik terbuka pertamanya sejak saling serang Hamas dan Israel pada 7 Oktober 2023 lalu.
Mengutip Associated Press, Abbas melangkah ke podium diiringi tepuk tangan meriah dan beberapa teriakan dari para hadirin pada Kamis (26/9/2024). Ia kemudian mengulang kalimat ini sebanyak tiga kali: "Kami tidak akan pergi. Kami tidak akan pergi. Kami tidak akan pergi."
Ia mengecam Israel dan serangannya di Jalur Gaza di hadapan para pemimpin dunia, serta mengimbau negara-negara lain untuk menghentikan "perang genosida" di wilayahnya tersebut, dikutip pada laman resmi CNBC Indonesia.
Abbas kemudian menuduh Israel menghancurkan Gaza dan membuatnya tidak layak huni. Dia mengatakan bahwa pemerintahannya harus memerintah Gaza pascaperang sebagai bagian dari negara Palestina yang merdeka, sebuah visi yang ditolak oleh pemerintahan Israel.
"Palestina adalah tanah air kami. Itu adalah tanah ayah dan kakek kami. Itu akan tetap menjadi milik kami. Dan jika ada yang pergi, itu adalah para perampas pendudukan," katanya.
Abbas menghabiskan sebagian besar pidatonya di PBB dengan membicarakan tentang keadaan kehidupan di Gaza, yang ia gambarkan dengan suram.
"Seluruh nama keluarga telah dihapus dari catatan sipil," katanya.
"Gaza tidak lagi layak huni. Sebagian besar rumah telah hancur. Hal yang sama berlaku untuk sebagian besar bangunan. ... Jalan, gereja, masjid, instalasi air, instalasi listrik, instalasi sanitasi. Siapapun yang pernah pergi ke Gaza dan mengenalnya sebelumnya tidak akan mengenalinya lagi."
Di antara tuntutannya, tidak ada yang baru. Abbas hanya ingin penarikan penuh Israel dari Jalur Gaza - bukan zona penyangga, serta mengizinkan warga Palestina yang mengungsi di Gaza, diperkirakan 90% dari populasi, untuk kembali ke rumah mereka.
"Hentikan kejahatan ini. Hentikan sekarang. Hentikan pembunuhan anak-anak dan wanita. Hentikan genosida. Hentikan pengiriman senjata ke Israel. Kegilaan ini tidak dapat berlanjut. Seluruh dunia bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada rakyat kami di Gaza dan Tepi Barat," katanya.
Abbas hanya memiliki sedikit pengaruh di Gaza sejak Hamas menggulingkan pasukannya dan merebut kekuasaan wilayah tersebut pada tahun 2007. Pemerintahannya yang diakui secara internasional hanya mengelola zona semi-otonom kecil di Tepi Barat yang diduduki.
AS telah mengatakan bahwa Otoritas Palestina yang direformasi harus memainkan peran masa depan di Gaza, tetapi Israel tidak menganggapnya sebagai mitra yang dapat diandalkan dan telah mengesampingkannya.*