Narasi Indonesia.com, Mataram - HMI Komisariat Ummat mengadakan diskusi publik dengan tema "Peran Perempuan dalam Mengawal Pilkada 2024". Kegiatan ini diinisiasi oleh Bidang Pemberdayaan Perempuan (PP), yang melihat fenomena menurunnya keterlibatan langsung perempuan dalam mengawasi dan mengawal Pilkada. Hal ini menjadi perhatian mengingat semakin rendahnya partisipasi perempuan dalam proses demokrasi tersebut, pada Rabu (20/11/2024).
Kegiatan ini tidak hanya dihadiri oleh Kohati se-Cabang Mataram, tetapi juga melibatkan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) di luar HMI. Tema yang dibahas memang sangat krusial bagi masa depan perempuan. Selain itu, Kohati HMI Komisariat Ummat mengundang pemateri yang kompeten untuk membahas tema ini. Pemateri pertama yang diundang adalah Kakanda Muhidin, S.Pd., selaku Komisioner KPU Lombok Utara, dan pemateri kedua adalah Kakanda Muhammad Naim, S.AB., M.Tv., seorang akademisi dari Universitas Muhammadiyah Mataram.
Dalam sambutannya, Ketua Umum Kohati Komisariat Ummat, Baiq Vera Susmita, menyampaikan keresahannya terkait penurunan partisipasi perempuan dalam mengawasi Pilkada. Ia menyoroti menurunnya inisiatif perempuan untuk berperan di ranah publik, baik dalam bidang sosiologi maupun politik, yang berpotensi menimbulkan rasa kegelisahan kolektif. "Saya dan teman-teman Kohati lainnya bersepakat untuk meningkatkan partisipasi perempuan, dan langkah pertama yang kami ambil adalah membentuk kesadaran mahasiswi melalui diskusi publik seperti ini," ujarnya.
Pada kesempatan ini, Ketua Umum HMI Komisariat Ummat, Zia Ulhaq, juga memberikan pesan kepada seluruh peserta diskusi publik. Ia mengajak mereka untuk berani mengambil peluang demi meningkatkan eksistensi perempuan di ranah publik. "Kesempatan bagi perempuan dan laki-laki itu sama. Determinannya adalah keberanian. Mereka yang hebat adalah mereka yang berani mencoba dan tidak menyia-nyiakan kesempatan," katanya.
Pemateri pertama, Kakanda Muhidin, S.Pd., memfokuskan pembahasannya pada peraturan dan regulasi yang memberikan peluang dan kesempatan yang sama bagi keterwakilan perempuan di lembaga eksekutif dan legislatif. Ia mengutip Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang mengamanatkan keterwakilan perempuan sebanyak minimal 30%. Meskipun ada banyak regulasi yang mendukung keterwakilan perempuan dalam politik, masih terdapat kesenjangan yang signifikan. Keterwakilan perempuan dalam parlemen, tenaga kerja profesional, dan kepemimpinan masih jauh dari angka yang ideal. Meskipun terjadi tren peningkatan kesetaraan gender, pencapaian ini belum cukup memadai.
Diskusi kemudian dilanjutkan oleh pemateri kedua, Kakanda Muhammad Naim, yang membahas animo perempuan dalam membentuk kesadaran politik terkait Pilkada. Ia menekankan pentingnya peran perempuan untuk lebih aktif terlibat dalam dunia sosial, memberikan pemahaman tentang politik dan Pilkada yang baik dan bersih.
Kegiatan seperti ini perlu terus dilestarikan di kalangan mahasiswa sebagai bentuk kepedulian bersama, terutama dari Kohati Komisariat Ummat yang selalu mewadahi keresahan dan aspirasi perempuan. Semoga kegiatan ini tidak hanya terbatas pada diskusi publik, tetapi juga dapat diaktualisasikan dan berdampak langsung terhadap perempuan di daerah kita masing-masing.*
(y/NI)