Narasi Indonesia.com, Jakarta - Pencalonan kembali Pak Karna Suswandi sebagai Bupati Situbondo meskipun berstatus tersangka kasus korupsi menimbulkan keprihatinan di tengah masyarakat. Langkah ini menyorotkan persoalan serius tentang standar integritas dalam kepemimpinan dan dampaknya terhadap kepercayaan publik. Di tengah upaya membangun pemerintahan yang bersih dan transparan, keputusan untuk tetap mencalonkan diri menimbulkan kekhawatiran akan kerentanan institusi dan memperparah ketidakpercayaan masyarakat terhadap para pemimpin yang seharusnya mengayomi mereka dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab moral.
Keputusan Karna Suswandi untuk tetap maju dalam Pilkada 2024 menimbulkan perdebatan yang tajam. Di satu sisi, pendukungnya mungkin berargumen bahwa pencalonan ini adalah hak politik yang tidak dapat dicabut hingga ada putusan hukum yang tetap. Namun, dari perspektif etika, adanya tuduhan korupsi mengganggu persepsi masyarakat akan moralitas seorang pemimpin, terlebih lagi karena kasus ini menyangkut pengelolaan dana publik yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.
Krisis kepercayaan yang dipicu oleh tuduhan korupsi sangat signifikan. Ketika masyarakat kehilangan keyakinan pada pemimpin mereka, efeknya bukan hanya pada stabilitas politik tetapi juga pada partisipasi publik dalam proses demokrasi. Orang mungkin menjadi lebih skeptis terhadap janji-janji politik dan merasa tidak ada gunanya memberikan suara mereka, yang pada akhirnya melemahkan fungsi demokrasi itu sendiri.
Selain itu, dampak psikologis bagi masyarakat juga tidak bisa diabaikan. Rakyat yang merasa dikhianati oleh seorang pemimpin yang mereka percayai cenderung mengalami keputusasaan atau rasa sinisme terhadap sistem pemerintahan. Kondisi ini sangat berbahaya, terutama jika dilihat dalam konteks daerah yang sedang berjuang untuk memulihkan ekonomi setelah pandemi. Rasa keadilan sosial yang tercederai akibat dugaan korupsi dapat menghambat solidaritas dan pembangunan komunitas.
Selanjutnya, korupsi yang melibatkan dana publik, seperti dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), memiliki implikasi ekonomi yang sangat besar. Jika dana yang seharusnya digunakan untuk memulihkan ekonomi dan membangun infrastruktur disalahgunakan, maka peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terbuang sia-sia. Hal ini bisa memperburuk ketimpangan sosial dan menghambat pertumbuhan ekonomi daerah.
Lebih buruk lagi, jika pemimpin seperti itu tetap terpilih, akan sulit untuk menciptakan pemerintahan yang bebas dari korupsi. Masyarakat dapat merasa bahwa perilaku buruk dapat diterima atau bahkan dianggap lumrah dalam politik. Hal ini bisa menciptakan siklus korupsi yang terus-menerus, di mana pejabat publik tidak takut akan konsekuensi dari perbuatan mereka, karena mereka melihat contoh-contoh di mana pelaku korupsi tetap memperoleh kekuasaan.
Dari perspektif pembangunan, kepemimpinan yang bersih dan akuntabel adalah prasyarat penting untuk keberhasilan program-program pemerintah. Jika seorang pemimpin memiliki integritas yang diragukan, setiap keputusan yang diambil bisa dicurigai memiliki motif tersembunyi. Ini akan menghambat kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, yang semuanya penting untuk memajukan daerah.
Masyarakat Situbondo juga menghadapi dilema yang berat. Mereka harus memilih antara mempercayai kembali seorang pemimpin yang diduga terlibat korupsi atau mencari figur baru yang mungkin lebih bersih, namun belum tentu sekompeten. Situasi ini menciptakan ketidakpastian politik yang dapat menghambat proses pengambilan keputusan yang diperlukan untuk kemajuan daerah.
Penting juga untuk memikirkan dampak ini terhadap generasi muda. Jika mereka melihat bahwa pelaku dugaan korupsi masih bisa mencalonkan diri dan bahkan terpilih kembali, hal itu memberikan contoh buruk dan melemahkan prinsip kejujuran yang seharusnya ditanamkan sejak dini. Generasi muda bisa tumbuh dengan pemahaman bahwa integritas tidak penting, selama seseorang memiliki kekuatan dan koneksi politik.
Namun, situasi ini juga bisa menjadi momentum bagi masyarakat untuk lebih kritis dalam memilih pemimpin. Warga Situbondo dapat menggunakan kesempatan ini untuk mengevaluasi secara mendalam visi dan misi para kandidat, serta menuntut akuntabilitas dan transparansi dalam segala aspek kampanye. Pilihan yang dibuat akan menentukan arah pembangunan daerah dalam jangka panjang.
Dalam konteks yang lebih luas, kasus ini menunjukkan perlunya reformasi dalam sistem pemilihan di Indonesia. Aturan yang lebih tegas mungkin perlu diterapkan untuk memastikan bahwa kandidat yang terlibat dalam kasus hukum serius tidak dapat mencalonkan diri hingga status mereka benar-benar bersih. Ini dapat melindungi integritas proses pemilu dan mencegah penggunaan kekuasaan untuk melindungi diri dari konsekuensi hukum.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum lainnya harus terus bekerja tanpa pandang bulu. Penegakan hukum yang tegas dan adil akan mengirimkan pesan kuat bahwa tidak ada satu pun individu, tidak peduli seberapa berpengaruh, yang berada di atas hukum. Langkah ini sangat penting untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat pada lembaga-lembaga negara.
Akhirnya, tanggung jawab terbesar ada pada masyarakat. Dengan kekuatan suara mereka, warga Situbondo memiliki kemampuan untuk menentukan pemimpin yang akan memimpin mereka. Mereka harus mempertimbangkan dengan hati-hati siapa yang layak dan dapat diandalkan untuk memegang jabatan penting tersebut. Pemimpin yang bersih dan berintegritas tinggi akan memastikan bahwa setiap dana dan program pemerintah dimanfaatkan dengan benar untuk kebaikan seluruh masyarakat.
Keputusan dalam Pilkada 2024 tidak hanya akan berdampak pada lima tahun ke depan, tetapi juga pada masa depan jangka panjang daerah tersebut. Masyarakat Situbondo memegang kunci untuk memastikan masa depan yang lebih cerah dengan memilih pemimpin yang menjunjung tinggi integritas dan transparansi.*
Penulis:
Yusfan Firdaus (Diaspora Situbondo)
Editor:
(m/NI)