![]() |
Narasi Indonesia.com, Jakarta - Engkau berpikir tentang dirimu sebagai seonggok materi semata dan tak berdaya, padahal di dalam dirimu tersimpan kekuatan tak terbatas, (Imam Ali Bin Abi Thalib), sepenggal kalimat ini yang perlu disemai dalam diri seorang perempuan. Mengapa? Karena Perempuan merupakan salah satu kaum ciptaan Allah SWT yang penuh keagungan dan keistimewaan lebih dibandingkan kaum laki – laki. Salah satu keistimewaan perempuan adalah memiliki rahim sebagai alat reproduksi yang menjadi titik awal sekaligus keberlangsungan peradaban di dunia ini. Namun di sisi lain, keistimewaan tersebut justru menjadi unsur untuk mengecilkan peran serta pergerakan perempuan di segala ruang. Perempuan dianggap kaum sub ordinat dengan rahim yang menjadi landasan kecacatan perempuan. Bahkan dengan memiliki rahim, perempuan dianggap tidak dapat menyamai laki laki dalam ruang public, perempuan juga di Batasi ruangnya hanya dalam sektor domestic atau biasa di istilahkan dengan dapur, kasur dan sumur. Sedangkan laki – laki yang harus berkembang dan berperan mengisi ruang di segala sektor public baik politik, social, ekonomi, maupun budaya.
Partisipasi perempuan dalam ruang publik selalu menjadi topik yang memicu perhatian banyak kalangan dan hingga kini, masih selalu relevan dalam perbincangan sosial dan politik kontemporer. Sepanjang sejarah, perempuan sering kali terpinggirkan atau dibatasi perannya di ruang publik. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, gerakan perempuan dalam perubahan sosial di berbagai belahan dunia, menghendaki semakin terbukanya akses perempuan untuk berpartisipasi dalam ruang publik. Melalui tulisan ini, penulis akan memotret mengenai pentingnya partisipasi perempuan di ruang publik, tantangan yang dihadapi, serta kontribusi positif yang dapat dihasilkan dari gerakan perempuan.
Partisipasi Perempuan di ruang publik; Mengubah Paradigma
Ruang public mencakup arena politik, sosial, ekonomi, dan budaya yang seringkali dipandang sebagai wilayah yang hanya boleh didominasi oleh laki-laki. Sebelum adanya Gerakan feminism yang berkembang, ruang lingkup perempuan hanya terbatas pada ruang domestic saja, dan Perempuan juga dianggap kurang berperan dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat secara luas. Namun, dengan munculnya gerakan-gerakan feminisme, perempuan mulai menuntut hak mereka untuk terlibat dalam ruang public dengan menyuarakan bahwa Perempuan juga memilki hak suara dalam politik, hak atas memperoleh pendidikan, hak untuk bekerja, dan hak atas kebebasan berpendapat adalah beberapa langkah awal yang memperkuat posisi Perempuan di ruang publik.
Keikutsertaan perempuan dalam politik, misalnya, telah membuka jalan bagi terciptanya kebijakan yang lebih inklusif dan sensitif terhadap kebutuhan perempuan. Selain itu, partisipasi perempuan dalam dunia kerja tidak hanya memperkaya ekonomi, tetapi juga membawa perspektif baru yang lebih beragam. Dalam bidang seni dan budaya, perempuan juga mulai menunjukkan eksistensinya melalui karya-karya yang menginspirasi dan memberikan suara kepada perempuan yang sebelumnya terabaikan.
Tantangan dalam Gerakan Perempuan
Meskipun perjuangan perempuan untuk mengakses ruang publik telah mengalami kemajuan yang signifikan, tantangan yang dihadapi masih cukup besar. Stereotip gender yang menganggap perempuan tidak mampu atau tidak pantas berada di ruang publik masih sering dijumpai. Hal ini dapat terlihat dari minimnya representasi perempuan dalam posisi-posisi penting, baik di sektor politik maupun ekonomi. Di beberapa negara, hambatan struktural seperti kurangnya akses terhadap pendidikan atau ketidaksetaraan dalam kesempatan kerja masih menjadi masalah utama. Di Indonesia sendiri partisipasi Perempuan didalam parlemen masih sangat minim, 30% partisipasi Perempuan dalam parlemen menjadi angin segar yang hanya lewat sesat bagi Perempuan. Pengaturan mengenai 30% keterwakilan perempuan dalam parlemen merupakan bentuk Affirmative Action (kebijakan afirmatif) yakni tindakan sementara untuk menyelamatkan kondisi yang tidak setara menuju keadilan dan kesetaraan. Kebijakan ini diambil guna memperoleh peluang yang setara antar kelompok/golongan tertentu (gender ataupun profesi) dengan kelompok/golongan lain dalam bidang yang sama. Namun, kebijakan ini dinilai hanya sesaat dan tidak menjadi jawaban atas keresahan Perempuan dalam memperoleh akses dalam ruang public khusunya di parlemen.
Selain itu, budaya patriarki yang mengakar dalam banyak masyarakat juga menjadi penghalang bagi perempuan untuk terlibat secara aktif dalam ruang publik. Norma-norma sosial yang menempatkan perempuan sebagai pihak yang "lebih baik" berada di rumah sering kali membatasi kebebasan mereka untuk berekspresi dan berpartisipasi dalam proses-proses penting dalam masyarakat. Kekerasan berbasis gender juga menjadi ancaman yang nyata bagi perempuan yang ingin berjuang di ruang publik.
Kontribusi Gerakan Perempuan dalam Ruang Publik
Gerakan perempuan di ruang publik tidak hanya berfokus pada perjuangan untuk hak- hak dasar, tetapi juga berkontribusi pada perubahan sosial yang lebih luas. Salah satu dampak positif yang dihasilkan adalah peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesetaraan gender. Melalui berbagai kampanye dan aksi, gerakan perempuan mampu mengubah paradigma masyarakat yang sebelumnya menganggap remeh peran perempuan menjadi lebih menghargai dan menghormati kontribusi mereka dalam berbagai sektor kehidupan.
Gerakan perempuan juga memainkan peran penting dalam memperjuangkan hak-hak kelompok minoritas dan rentan, seperti perempuan dengan disabilitas, perempuan dari latar belakang ekonomi yang kurang beruntung, maupun perempuan yang hidup dalam konteks diskriminasi rasial. Dengan semakin kuatnya gerakan ini, diharapkan kesetaraan gender dapat terwujud lebih cepat, dan perempuan dapat menikmati hak-hak mereka secara penuh tanpa adanya hambatan dan terdiskriminasi.*
Penulis:
Alda Zelfiana
Editor:
(m/NI)