![]() |
Penulis, Risan Samak Ketua Bidang PTKP HMI Cabang Sanana (dok. istw) |
Narasi Indonesia.com, Sanana - Demokrasi adalah keterbukaan public untuk sistem pemerintahan yang utuhnya rakyat sebagai pemegang kekuasan tertinggi. Namun, demokrasi hanya kata yang diucapkan dalam setiap berpolitik, tapi sulit untuk direalisasi ucapan politiknya. Dewasa ini pemimpin sebagai amanah rakyat yang pilih dalam sistem demokrasi melalui pemilihan umum, tentu kepemimpinan sebagai pijakan demokrasi yang jujur dan akuntabel. Oleh karena itu telah selesainya pemilihan umum maka program adalah bukti menafestasi membangun demokrasi untuk peradaban. Belakangan ini demokrasi hanya kata fiktif belaka yang di tontonkan oleh pemimpin di daerah ini seakan-akan demokrasi hanya milik kelompok.
Saat ini situasi politik lokal kian dinamis dan tuntutan elit lokal kini seakan berkuasa. Kondisi empirik yang terjadi saat ini di butakan, mereka lupa dengan sistem demokrasi. Maka konteks ini, politik lokal dan kekuasaan menjadi sesuatu yang menarik untuk dikaji serta dianalisis. Ketika dilihat dalam berbagai perspektif serta fenomena kekuasaan tersebut, dan juga kelompok kepentingan yang ikut melingkari kekuasaan serta menikmati kekuasaan dengan segala fasilitas yang dimiliki.
Elit kekuasaan lokal diberbagai kebijakan untuk mendapatkan keuntungan pribadi, kelompok, partai, dan masyarakat pendukung yang terlibat, persaingan memperoleh kekuasaan tersebut, meskipun ada yang jadi korban, pribadi, kelompok dan bahkan jabatan yang ditinggalkan untuk terus ikut serta menikmati kekuasaan, karena faktor kepentingan politik yang berubah serta bergeser dan atau tidak sesuai lagi. Mengutip pendapat Mills, elit kekuasaan muncul dari "reorganisasi manajerial kelas-kelas properti menjadi strata yang kurang lebih bersatu dari orang-orang kaya korporat. Demikian inilah yang menjadi kelas para elit kekuasaan dan atas secara keseluruhan tidak melakukan penguasaannya. Sebaliknya, kekuasaan kelas terwujud melalui aktivitas berbagai kelompok kekuasaan. Pemimpin dalam kelas hanya nilai berdasarkan perspektif subjektif karena mereka kendalikan untuk membentuk apa yang akan disebut elit kekuasaan.
Fenomena kekuasaan birokrasi di daerah ini seharunya dipahami bahwa citra konstitusional para elit politik lokal yakni pemimpin yang berkuasa di lembaga eksekutif tentu berprinsip sebagai pelayan masyarakat yang loyal dan ekstra aktif untuk rakyat. eksekutif dan legislatif secara luas digambarkan sebagai figur yang berkuasa dan berpengaruh secara kolektif. Menurut Machiavelli, Kekuasaan memiliki otonomi terpisah dari nilai moral. Karena menurutnya, kekuasaan bukanlah alat untuk mengabdi pada kebajikan, keadilan dan kebebasan dari tuhan, melainkan kekuasaan sebagai alat untuk mengabdi pada kepentingan negara. Dalam hal ini dilihat dari kondisi empirik diambil sebagai contoh para elit kekuasaan atau pemimpin ketika berkuasa tidak perlu menyebarkan janji-janji politiknya kepada rakyat, tidak perlu berlaku adil kepada rakyat dalam pemerintahannya dan juga tidak perlu menghormati hubungan kekeluargaan dan persahabatan, karena semua hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
Sejalan dengan pandangannya bahwa politik dan moral adalah dua hal yang terpisah, terdapat asumsi bahwa seorang pemimpin harus mempertahankan posisinya dengan alasan kestabilan, bahkan jika itu dianggap sebagai ancaman. Ia tampak mengabaikan beragam pandangan masyarakat yang mempertanyakan baik atau buruk dari segi etika dan moral.
Dalam konteks daerah, khususnya di Sula, kekuasaan politik dan elit eksekutif memainkan peran penting dalam lingkaran kekuasaan dan pemerintahan. Mereka memiliki alat dan pengaruh untuk menentukan berbagai perilaku politik, yang sangat memengaruhi kebijakan yang diambil oleh para pemimpin, apakah itu efektif atau tidak. Sering kali, orang-orang yang memiliki kendali dan mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok dalam pengambilan kebijakan adalah mereka yang berada di lingkungan terdekat, yang cenderung mengabaikan kepentingan masyarakat.
Siklus kekuasaan di Daerah bergantung pada elit lokal yang berkuasa, kelompok dan pihak paling berpengaruh dalam lingkaran kekuasaan yang sangat menentukan memberikan kebijakan politik sesuai dengan kepentingannya. Karena dari perkembangan kelompok serta pihak-pihak dalam lingkaran kekuasaan ini dipengaruhi oleh kekuatan gabungan atau koalisi antar partai dan kelompok-kelompok yang memiliki posisi legislatif yang mendukung kekuasaan eksekutif, tanpa proses pengawalan yang profesional dan akuntabel.*
Penulis:
Risan Samak (Ketua Bidang PTKP HMI Cabang Sanana)
Editor:
(m/NI)